SASTRA RUPA: PAMERAN TUNGGAL DAN LAUNCHING BUKU 12 NASKAH DRAMA SRI HARJANTO SAHID


SASTRA RUPA SRI HARJANTO SAHID


Salam seni dan budaya.
Sri Harjanto Sahid lahir di Sragen 25 November 1961 adalah salah satu sastrawan yang juga bergelut dalam bidang seni lukis sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Dalam pameran tunggalnya di Tahunmas Artroom Kasongan Bantul saat ini mengusung tema  “Sastra Rupa Sri Harjanto Sahid”. Tema tersebut memberi pengertian bahwa dunia sastra dan seni rupa yang digelutinya adalah napas hidup yang selama ini dijalaninya. Banyak idiom-idiom seni lukisnya yang muncul terinspirasi dari puisi-puisinya begitu juga sebaliknya. Teks sastra dengan problematika kehidupan masa lalu dan juga tentang dunia kontemporer (kekinian) beberapa kali muncul dalam karyanya. Sebuah kegelisahan dan ide pemikiran Sri Harjanto Sahid telah beberapa kali diekspresikan didalam lukisan secara ritmis dan puitis. Tentunya kelahiran karya-karyanya lahir dikarenakan ada sebuah sejarah yang melatarbelakanginya, bagaimana riwayat kehidupannya mengendap dalam jiwa dan terkadang secara sublim muncul dalam eksplorasi alam bawah sadarnya. Pahit getir, suka dan duka pengalaman hidupnya sering mendesak kegelisahannya untuk berkarya. Setumpuk buku-buku dari novel, kumpulan puisi, komik, buku sejarah, filsafat, dan beberapa buku penting telah mengisi sudut-sudut ruang dirumahnya yang juga berdesakan dengan beberapa gudang lukisan yang begitu banyak. Bahan kanvasnya kebanyakan dia buat sendiri hingga lukisan itu selesai. Sri Harjanto Sahid cukup total dalam berkesenian selama hidupnya.
Sejauh mana korelasi dunia sastra dengan dunia seni rupa (lukisan) Sri Harjanto Sahid? Tulisan kuratorial saya ini ingin membedah beberapa latar belakang kehidupannya dengan karya seni lukis dan sastra yang tentunya ada benang merah penghubung keduanya sebagai napas dan spirit hidupnya.
Pertemanan yang sudah cukup lama kami jalin beberapa tahun yang lalu antara saya dan Sri Harjanto Sahid telah membangun hubungan dialogis seputar karya dan seni secara umum. Beberapa kali pertemuan saya dengannya sering kami saling bertukar pikiran dan saling memahami karya masing-masing. Dari membahas tentang sastra puisi, kisah-kisah perjalanan seniman hingga teknik didalam lukisan. Beberapa minggu yang lalu ketika saya mewawancarainya seputar pribadi dan karya guna kepentingan tulisan kuratorial ini, saya seperti mendengar kisah dalam novel satir dengan sederetan panjang kisah memilukan tentang perjalanan hidupnya. Ada beberapa kisah pribadi yang ingin dia keluarkan dari dalam pikiran dan hatinya yang kemungkinan tidak setiap orang sempat mendengarnya. Ada dendam,  ketegangan situasi, kepedihan, tragedi dan berbagai kisah lainnya seperti dalam kisah novel yang sangat panjang.
Sri Harjanto Sahid yang tumbuh sejak kecil dari keluarga yang tercerai-berai telah membentuk sebuah karakter pribadi yang peka, cerdas, dan keras dalam berprinsip dan berideologi. Daya ingatnya yang begitu ampuh telah membentuknya menjadi sosok yang romantis sehingga dia banyak hidup dalam pikiran masa lalunya. Bapak kandungnya bernama Hadi Marsahid dan ibu kandungnya bernama Suti. Namun dalam biduk rumah tangga bersama kedua orang tuanya tersebut tidaklah berjalan mulus dan pada akhirnya orang tuanya berpisah ketika dia masih kelas 3 SD. Ayahnya menikah lagi dengan keponakan ibunya yang bernama Sumiati. Sejak saat itulah Sri Harjanto Sahid sering diasuh oleh saudara dari orang tuanya. Dalam usia yang masih belia, dia juga  dituntut untuk mandiri dan dibenturkan keras oleh sebuah keadaan yang sulit pada waktu itu. Ketika persoalan-persoalan yang pelik muncul dan saat-saat depresi tiba dia sering murung di pelataran makam didesanya di Kota Sragen untuk tujuan menyendiri dan merenungkan nasibnya. Sebagai pelampiasan ketegangan hidupnya dia terkondisikan menjadi anak yang nakal dan pemurung. Bahkan kenakalannya waktu itu sering bolos sekolah hingga pernah tidak naik kelas 3 di sekolahnya. Dalam masa-masa kebingungan itu Sri Harjanto Sahid terbentuk menjadi anak yang kurang perhatian dan kurang terurus, sosoknya yang hitam, kumal dan penyakitan membuat dia sering dipanggil dengan nama Jangkrik Jliteng atau Jangkrik Hitam Legam. Tentunya tidak ada seorang anakpun yang bercita-cita menginginkan orang tuanya berpisah dan mengalami kondisi buruk pada masa anak-anak (childhood). Namun takdir Tuhan menggariskan dia harus mengalami hidup seperti itu. Pada saat usia remaja Sri Harjanto Sahid banyak berlatih di Perguruan Silat Tunggal Hati dan disanalah pelajaran tentang kedisiplinan didapatnya. Ketika sudah lulus SMA dia hijrah ke Kota Yogyakarta dan menekuni dunia seni drama di ASDRAFI Yogyakarta pada tahun 1981. Pada saat itulah dia banyak merasakan bahwa ekspresi seni menjadikan sebuah media terapi jiwanya dari bayang-bayang kesakitan masa lalunya. Dalam bidang seni lukis dia sering mengintip proses belajar para mahasiswa UNS di Solo hingga dia cukup sering bereksperimen teknik untuk melatih kepekaan artistiknya. Sejak itulah darah seninya mengalir deras seiring dengan spirit seni dan segudang kegalauan yang dia bawa dalam jiwa. Dunia sastra, teater, lukis bergulat dalam satu ide dan pemikiran dalam hidupnya secara terus-menerus hingga saat ini bersama istri dan kelima anaknya.
Seni sastra sebenarnya tidak banyak berbeda dengan seni rupa karena keduanya bersentuhan dengan keindahan dan pemikiran. Seni sastra mengolah teks atau kata-kata indah dalam sebuah ide pemikiran sedangkan seni rupa mengolah warna, garis, komposisi, bentuk yang indah dalam sebuah ide dan pemikiran. Dunia seni sastra sering diekspresikan lewat teks (tulisan) juga lewat lisan atau sastra oral seperti pembacaan puisi. Seni sastra maupun seni rupa memiliki parameter dimana sebuah kualitas teks maupun seni rupa diuji dengan sebuah kaidah yang bagus dan menyentuh rasa. Tidak semua teks sastra maupun seni rupa dapat menyentuh rasa karena hal ini sangatlah berhubungan dengan bagaimana sipembuat karya menjiwai dengan segenap kualitas ide dan pemikiran, kualitas tersebut juga sangat dipengaruhi momen estetis pengalaman hidupnya. Karya seni sastra yang bagus adalah sebuah karya dengan bahasa sebagai media dan berpadu harmonis dengan isi muatan dan makna didalamnya. Begitu juga seni rupa selain goresan, warna, garis, bentuk, komposisi juga faktor gagasan dan isi pemikiran dibalik karya sangatlah penting sebagai wujud sebuah karya yang berhasil dan artistik.
Ada cukup banyak tokoh-tokoh sastra Indonesia yang berkiprah dan menghasilkan banyak karya satra diantaranya: W.S. Rendra dengan karyanya yang terkenal: Sajak Rajawali, Sajak Kelelawar, Sajak Gugur, Sajak bulan Mei 1998 di Indonesia. Taufik Ismail dengan beberapa puisinya yang terkenal diantaranya: Sebuah Jaket Berlumur Darah, Karangan Bunga, Syair Orang Lapar dan lainnya. Goenawan Mohamad dengan puisi-puisinya yang berjudul: Di Malioboro, Tigris, Pada Album Miguel De Covarobias dan lainnya. H.B Jassin dengan karyanya yang berjudul: Bengkel Kerja, Kidung Keramahan, Senandung Natal  dan lainnya.
Sri Harjanto Sahid yang sudah sejak tahun 80-an banyak menciptakan karya-karya puisi diantaranya berjudul: Belati Sendiri, Asmara, Hamil, Buah Dada Buah Cinta, Pesta Rembulan, Mari Bunuh Diri, Cermin Kawin, Sukmaku Bertemu dan beberapa puisi lainnya. Kemudian pada tahun 2010 dia cukup produktif menciptakan puluhan puisi diantaranya: Hanya Ilusi, Menaruh Kenangan, Hilang dalam Sunyi, Nyeri Tak Berbagi, Waktu Membusuk, Penipuan dan beberapa puisi lainnya. Ada salah satu tema lukisan yang bersumber dari sebuah ide puisi yang berjudul Kelamin Abadi dibuat pada tahun 1982.

KELAMIN ABADI

aku telanjang
bagai bayi jelita
dari langit kenangan
kelamin bapak menjulai
bagai pelangi bermisteri
aku terbahak
sambil menangis
memanjat ke puncak

sukmaku berdarah

aku telanjang
bagai bayi jelita
aku ingin
nyemplung kembali
ke lubang rahim ibunda
yang pekat
penuh rahasia
tapi bermustika
bagai kesunyian jiwa

Ada sebuah benang merah yang mengkorelasikan antara teks dalam karya puisinya dan keadaan penjiwaan pada waktu itu dengan idiom-idiom yang lahir dari alam bawah sadarnya ketika melukis. Bentuk-bentuk kelamin secara dinamis telah dilukisnya. Ada apa dengan sebuah kelamin sehingga bagi dirinya begitu sangat penting dan telah diekspresikan lewat teks dan rupa? Kelamin sebuah alat reproduksi yang vital dimana sebuah sejarah manusia berawal, bahkan sebuah tragedi besar dan peperangan dapat terjadi karena hasil kerja reproduksi alat kelamin. Mengenai karya dengan problematika kelamin Sri Harjanto Sahid mengenang isi puisi tersebut kemudian secara spontan dituangkan kedalam sebuah lukisan yang berjudul: Pasukan Kontol Beracun, 100 x 150cm, akrilik  di atas kanvas, tahun 2004. Sebuah lukisan yang memiliki idiom bentuk kelamin laki-laki yang seolah-olah hidup bergerak dinamis dan memiliki kaki dan tangan tak beda dengan sosok manusia. Dibalik lukisan tersebut dituturkannya tentang masa DOM seperti di Aceh dan beberapa tempat lainnya. Namun selama masa DOM selalu kaum perempuan yang menjadi korban keberingasan nafsu para tentara tersebut. Sri Harjanto Sahid memiliki cara berpikir dan berimajinasi yang cukup gila karena biasanya benda vital tersebut dalam etika sosial masyarakat kita sering disembunyikan dan tabu namun bagi Sri Harjanto Sahid merupakan sebuah subject matter dalam karya kreatif baik teks maupun rupa. Menilik puisinya yang berjudul Kelamin Abadi disitu nampak ada nuansa kerinduannya terhadap sesosok ibu yang memiliki rahim dimana disitulah dulu dia berada sebelum lahir, juga ada kemarahan dan kekecewaan kepada keadaan waktu itu dalam kata: aku terbahak menangis, dan juga kata: sukmaku berdarahSubject matter kelamin juga telah dilukiskan oleh Sri Harjanto Sahid dalam sebuah lukisan dengan judul: Mencuri Kontol Raksasa, 100x150cm, akrilik diatas kanvas, tahun 2004. Dalam lukisan tersebut tergambar sebuah alat kelamin laki-laki yang cukup besar dan diusung oleh sederetan para perempuan kecil yang cukup banyak. Ada sebuah obsesi yang tersirat dalam karya ini sebab menurutnya karya tersebut terinspirasi ketika suatu hari beberapa tahun yang lalu selesai berdiskusi dengan para kaum feminis. Ada rasa frustrasi dan kebuntuan dialog ketika dia berdiskusi tentang teater dan kebudayaandengan para kaum feminis, maka diwujudkanlah lukisan tersebut sebagai ungkapan rasa getir dan humor yang kecut.
Saya cukup lama mengenal Sri Harjanto Sahid dengan karakternya yang serius, berwibawa, gaya hidupnya yang sederhana, senang bercerita, penyayang keluarga dimana dia hidup bersama dengan istrinya yang bernama Wara Anindyah dan kelima anaknya. Tapi dibalik penampilannya itu dia menyimpan banyak kenangan masa lalunya yang tak bisa hilang begitu saja. “Saya orang yang hidup dimasa lalu,” tuturnya kepada saya saat dialog berdua. Saya sangat yakin bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang terbentuk oleh sejarah masa lalunya dan sangat mempengaruhi kehidupan masa depannya seperti juga Sri Harjanto Sahid. Seperti juga yang sudah dijelaskan dalam Teori Psikoanalisis Sigmund Freud tentang dunia id, ego, super ego. Impuls yang muncul ketika dewasa tak pernah lepas dari susunan pengalaman sejak kecil dalam situasi ketegangan dan konflik, apalagi saat berkarya seni. Ada banyak kode naif didalam lukisannya yaitu tentang bentuk, komposisi, gaya dan beberapa lukisan dengan warna-warna primer. Alasan yang paling relevan dengan hal tersebut adalah dimana terlalu banyaknya jeritan dan kisah memilukan dimasa kecilnya dimana dulu dia tumbuh dalam keluarga yang berantakan (broken home). Oleh sebab itu secara tidak sadar ekspresi naifnya mengalir spontan didalam lukisannya. Baginya bermain teater di panggung dan pembacaan puisi juga saat melukis adalah proses terapi jiwa. Karena setiap seniman memiliki endapan batin dan kegelisahan jiwa yang bersumber dari pengalaman hidup maupun konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan sosial dan keluarga.
Sri Harjanto Sahid tergolong pelukis yang cukup produktif. Ada banyak karya yang dibuatnya dari sketsa, lukisan diatas kertas dan beberapa lukisan kanvas. Dia bekerja total sendirian tanpa dibantu artisan. Salah satu karyanya yang menarik adalah: Sang Penjinak Badai (Bunda Bumi)3 x 2 m, akrilik diatas kanvas, tahun 2007. Karya tersebut sangat relevan dengan puisi-puisinya yang banyak menyebut kata “ibu” sebab lukisan tersebut bicara tentang sosok ibu yang berpayudara tujuh belas. Lukisan yang nampak unik dan berkarakter juga imajiner dalam mengolah subject matter memiliki sebuah misteri dimana karya tersebut tentunya menyimpan sederet cerita panjang yang mirip dalam teks-teks puisi Sri Harjanto Sahid. Dalam karya tersebut tergambar sosok imajiner berwarna coklat, hitam, putih dengan sisiknya yang runcing juga puting payudaranya yang berujung tajam, seolah-olah puting tersebut tidak ingin untuk mudah disusui anak-anaknya. Ada sebuah cerita misteri dan ketegangan didalamnya. Apa sebenarnya obsesi dari karya tersebut yang telah melahirkan kembali cerita masa lalunya dalam sebuah kode simbolik? Tentunya ada banyak alasan dimana pikiran masa lalunya telah merekonstruksi sebuah gagasan untuk diekspresikan kedalam sebuah karya seni lukis.
Banyak karya seni lukis Sri Harjanto Sahid yang didalamnya berisi teks puisi diantaranya: Drama 100 Babak, 140 x 200 cm, akrilik diatas kanvas, tahun 1999. Dalam lukisan tersebut tergambar dua sosok mirip kartun yang saling duduk berbelakangan dan dikelilingi teks puisi dan bentuk-bentuk imajiner yang bertebaran memenuhi background lukisan. Ada juga karya lain yang cukup menarik berjudul: Legenda Kucing Garongx 2 m, akrilik diatas kanvas, tahun 2007. Menurut dia kehidupan dan nasib manusia didunia ini sebenarnya sangat ditentukan oleh segelintir orang saja. Ada sebuah karya yang didalamnya penuh dengan tulisan puisi yaitu: Hidup Ini Puisi145 x 200cm, akrilik diatas kanvas, tahun 1999. Karya tersebut menyiratkan bahwa pergulatan antara puisi dan lukisan adalah napas hidup Sri Harjanto Sahid. 
Dalam pameran tunggalnya yang sudah kesekian kalinya Sri Harjanto Sahid telah mengalami dinamika proses kreatif yang panjang. Ada dua kata kunci dalam pamerannya kali ini yang sempat saya rangkum menjadi sebuah tema pameran tunggalnya yaitu teks sastra dan rupa lukisan. Karena dua hal tersebut adalah spirit hidupnya dan kreativitasnya yang tak pernah mati. Saya sangat berharap semoga teks-teks dan idiom-idiom rupa tersebut nantinya menjadi terapi estetis untuk melunakkan ketegangan dan mencairkan kebekuan intuisi dan pikiran yang sering menghantui setiap langkah hidupnya. Indahnya lukisan dan puisinya semoga mampu mengurai benang kusut jaringan otak dan hati yang sudah lama tersusun oleh gumpalan-gumpalan penindasan pengalaman hidup masa lalu. Semoga tulisan kuratorial ini dapat menjembatani apresian untuk memahami karya-karya Sri Harjanto Sahid dalam pameran tunggalnya kali ini dengan tajuk “Sastra Rupa Sri Harjanto Sahid” di Tahunmas Artroom Kasongan Yogyakarta.
Selamat berpameran Mas... Semoga ini dapat menjadi obat yang manjur penyembuh luka.



Yogyakarta, 5 Oktober 2016 

Heri Kris, perupa dan kurator independen

alumni ISI Yogyakarta

Seruni Art Management mengundang Anda menyaksikan pameran seni kolosal: lebih dari 45 lukisan sastrawan & budayawan senior, Sri Harjanto Sahid: "SASTRA RUPA". Pembukaan pada hari Jumat, 25 November 2016 pukul 19.00 WIB di TAHUNMAS ARTROOM, Jl. Sapto Hudoyo, Desa Wisata Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Diadakan pula launching buku 12 naskah dramanya: Kisah Dua Lelaki Hamil. Diresmikan: Romo Sindhunata. Kurator: Heri Kris. Berlangsung 25 November - 5 Desember 2016. Buka setiap hari pukul 10.00 - 18.00 WIB. GRATIS dan terbuka untuk umum. www.seruniartmanagement.com

No comments:

Post a Comment