Drama:
Sri Harjanto Sahid
SUATU
TEMPAT YANG ANEH. BERSUASANA DAN BERNUANSA GANJIL. SEBUAH KARANTINA. SERBABERSIH,
STERIL, DAN INSPIRATIF. PERABOT-PERABOT DAN PERKAKAS-PERKAKAS TERTATA DENGAN
SELERA ANEH PULA. DUA ORANG LELAKI DENGAN PERUT MENGGEMBUNG, HAMIL TUA, ASYIK
DENGAN KEGIATANNYA YANG ENTAH APA. MENAKLUKKAN KEBOSANAN.
001. LELAKI 1:
Kamu ngidam apa?
002. LELAKI 2:
Sepatu tentara.
003. LELAKI 1:
Lucu!
004. LELAKI 2:
Kok?
005. LELAKI 1:
Enak?
006. LELAKI 2:
Lumayan.
007. LELAKI 1:
Digoreng apa direbus? Dibikin krupuk atau dikrecek?
008. LELAKI 2:
Sepatu itu?
009. LELAKI 1:
Iya dong.
010. LELAKI 2:
Memangnya mau kumakan?
011. LELAKI 1:
Lho?!
012. LELAKI 2:
Sableng!
013. LELAKI 1:
Lalu?
014. LELAKI 2:
Kubuat topi.
015. LELAKI 1:
Di kepala?
016. LELAKI 2:
Jelas! Apa di pantat? Pantat tak butuh topi!
017. LELAKI 1:
Tapi sepatu itu untuk kaki.
018. LELAKI 2:
Itu biasa. Orang ngidam harus lain.
019: LELAKI 1:
O, begitu?
020. LELAKI 2:
Kamu sendiri ngidam apa? Kepengin dikeloni kuda nil?
Atau nunggang buaya keliling kota? Atau ditunggangi gajah bunting seratus abad
lamanya? Atau makan pabrik sepatu tentara?
021. LELAKI 1:
Idih, sembarangan!
022. LELAKI 2:
Lantas apa?
023. LELAKI 1:
Aku hanya ingin meludahi...
024. LELAKI 2:
Siapa? Aku pasti!
025. LELAKI 1:
Iya.
026. LELAKI 2:
Ogah, ah! Tidak intelek itu.
027. LELAKI 1:
Telek saja. Kepenginnya itu kok!
028. LELAKI 2:
Ditahan saja kalau begitu. Jangan dituruti. Biar
anakmu nanti jadi cengeng, penakut dan pengecut. Orang cengeng banyak
rejekinya. Penakut lebih aman dan sering selamat dalam situasi gawat. Sedang
orang pengecut gampang naik pangkat.
029. LELAKI 1:
Logikamu bagaimana?
030. LELAKI 2:
Orang cengeng hobinya menjual belas kasihan. Yang
bodoh menyodorkan kaleng kosong. Yang pintar menyodorkan proposal tebal-tebal.
Orang cengeng selalu menemukan orang tolol yang merasa hebat manakala berlagak
menjadi pemurah.
031. LELAKI 1:
Yang penakut bagaimana bisa selamat?
032. LELAKI 2:
Orang penakut tak mau berontak terhadap penguasa adigang adigung adiguna. Karenanya tak
pernah kena gebuk!
033. LELAKI 1:
Yang pengecut?
034. LELAKI 2:
Atasan itu kalau dijilat serbakecut rasanya.
Ketiaknya kecut, bokongnya kecut, dan ompolnya juga kecut. Sedangkan para pengecut
itu kan jelas semuanya serbakecut. Jadi mereka bisa kompak dan saling
menyayangi.
035. LELAKI 1:
Boleh juga pandanganmu. Aku tertarik mencobanya. Aku
benar-benar ingin anakku nanti berkarakter cengeng, penakut dan pengecut. Buat
apa jujur kalau terus babak belur? Berani tapi langganan ngendon di bui? Tabah
tapi sibuk menderita? Buat apa hayo?! Inginnya sih jujur sekaligus makmur. Tapi
sekarang kan bukan zamannya lagi.
036. LELAKI 2:
Sekarang zaman memang lagi asyik main akrobat. Orang
gila kelihatan waras. Orang waras tampak seperti orang gila. Maling-maling
dipersilahkan memimpin nusa bangsa. Orang-orang bijak dijebloskan ke dalam
penjara. Ah, hidup akan sukar dimengerti oleh siapa saja yang hanya mampu
berpikiran normal. Masa depan adalah teka-teki yang menakutkan sekaligus
menggairahkan.
037. LELAKI 1:
Kita dipaksa optimistis di tengah Abad Pesimis.
Harus hidup di dalam kematian. Atau harus seolah-olah mati di dalam gelora
kehidupan. Harus terus bermimpi sesudah terjaga dari tidur dan tak boleh berhenti
sampai berangkat tidur lagi. Kesunyian adalah rumah mewah. Keingintahuan
merupakan hantu mungil yang terselip di sela-sela buku catatan harian. Maunya
aku tidak mengalami semua hal yang telah kualami. Kosong saja seperti bayi yang
tak pernah lahir.
038. LELAKI 2:
Keluh kesah lagi!
039: LELAKI 1:
Lho?! Penting itu!! Apalagi keluhan yang dikemas
secara puitis. Banyak manfaatnya.
040. LELAKI 2:
Masak?!
041: LELAKI 1:
Supaya tidak stress.
042: LELAKI 2:
Salah! Justru sebaliknya. Makin sering mengeluh akan
makin sering stress. Kebiasaan mengeluh itu merupakan penyakit jahat yang
obatnya tidak terdapat di apotik. Selain itu dapat menular secara cepat.
Apalagi mengeluh itu sangat nikmat. Jika intensif bisa orgasme. Lebih
menggetarkan jiwa daripada seks.
043. LELAKI 1:
Ah, seks sudah kehilangan kemuliaannya. Sekedar
menjadi alat rekreasi belaka. Bahkan tak ada kaitannya dengan kegiatan
memproduksi anak. Karenanya nilai kenikmatannya juga dangkal. Makin banyak
makin tak enak. Tidak menghujam ke relung sukma. Hanya mampu menggesek
permukaan raga. Tidak beraroma keabadian. Seks telah menjadi neraka dunia.
Bukan surga dunia.
044. LELAKI 2:
Manusia abad ini telah terjebak dalam pusaran gelap
yang dibuatnya sendiri. Terkurung dalam lingkaran api kemustahilan. Terdesak ke
dalam lorong-lorong tabung hampa yang ditempa beramai-ramai secara riuh rendah.
Makin banyak orang linglung justru karena kurang berpikir. Agama diberhalakan tapi
Tuhan dibiarkan kesepian.
045. LELAKI 1:
Aduh!! Bayiku bergerak-gerak. Keras sekali.
Jari-jarinya memencet-mencet paru-paruku. Ngajak bergurau dia. Ih, geli.
Mulutnya mengenyot-ngenyot udelku. Bukan main. Enak sekali.
046. LELAKI 2:
Berapa sih usianya?
047. LELAKI 1:
Menurut dokter hampir menginjak lima tahun. Bayi
dalam kandunganmu sendiri berapa umurnya?
048. LELAKI 2:
Dua puluh tujuh tahun. Menurut diagnosa dokter, aku
sudah hamil sejak aku masih bayi. Hebat ya? Anakku diperkirakan lahir dua
minggu lagi. Hasil USG menunjukkan bakal kembar siam. Kepalanya yang satu
menggelantung di pantat.
049. LELAKI 1:
Kalau anakku bakal bermuka dua. Lidahnya bercabang.
Hidungnya belang. Matanya persis mata mata-mata. Tidak berkuping sehingga hanya
akan sibuk ngomong tapi tak bisa mendengarkan. Buah pantatnya cuma sebuah.
Perutnya gendut ke dalam. Dan organ rahasianya rangkap dua belas. Hermafrodit
lagi. Jadi bisa bersebadan dengan diri sendiri. Wah, aku tidak perlu mantu
besok.
050. LELAKI 2:
Edan! Dahsyat sekali!!
051: LELAKI 1:
Ya, dia pasti istimewa, unik, langka dan artistik.
Hidungnya yang belang jelas merupakan suatu tanda bahwa dia bakal menjadi tokoh
besar dalam sejarah. Paling sial jadi seniman sukses.
052: LELAKI 2:
Amit-amit jabang bayi! Semoga anakku besok tidak
jadi seniman meskipun sukses. Mendingan jadi birokrat jahat dan bodoh, yang
suka memasung kreativitas seniman.
053: LELAKI 1:
Kayak begitu kok dimaui. Sesat!
054: LELAKI 2:
Memangnya kenapa? Daripada jadi yang tertindas lebih
mulia jadi penindas. Daripada jadi yang ditindih lebih asyik jadi penindih.
Menindih itu nikmat. Kamu jangan malu menggantungkan cita-cita di cakrawala.
Jangan rendah diri begitu. Seniman kok dijadikan cita-cita buat anakmu. Gimana
sih?! Remeh bin ajaib! Sebaiknya kamu ralat sebelum anakmu terlanjur melarat.
Bukankah banyak seniman sukses tapi tetap jadi fakir miskin? Sudah miskin sesat
lagi. Pokoknya jangan sekali-sekali jadi guru, profesor, pejuang hak asasi, dan
lebih-lebih seniman teater. Seret rejekinya. Lebih nyaman jadi penjual
kehormatan dan harga diri. Rejekinya jelas empuk medut-medut mentul-mentul!!
055. LELAKI 1:
Walah, tangan anakku menjulur ke atas. Jari-jarinya
mau keluar dari mulutku. Mungkin dia kepengin memencet hidungku. Nakal sekali
dia. Sekarang telunjuknya mengelus-elus lidahku. Edan, gusiku dikowel-kowelnya.
Kugigit tahu rasa kau! Hihh!! Huaduh huaduh huaduh... malah kena lidahku
sendiri... jangkrik ondol tenan.
Kampret epret epret... dia mempermainkanku. Asem sem sem sem!!! Tapi dia pasti
kapok sekarang. Nah, iya kan?! Tangannya ditarik kembali. Dia jadi tenang.
Sopan kembali! Yah. Seharusnya kamu bersikap begini ini, anak manis. Belajarlah
tentang peradaban sejak dalam kandungan. Jangan kurang ajar sama orang tua.
Supaya bapakmu ini tidak repot. Kalau keterlaluan kuabortuskan baru tahu rasa
kau nanti. Oke?! Nah, tidur saja begitu. Jangan mimpi yang aneh-aneh ya? Kalau
mimpi yang sopan-sopan saja. Tidak boleh porno. Atau mau kunyanyikan sebuah
lagu supaya nyaman tidurmu? Baiklah, ... adik
bobok oh adik bobok, kalau tidak bobok digigit munyuk. Asyik tidak Nak?
Enak bukan?! Makanya jangan sok suka berontak, nanti digebuk sama bapak lho.
Nyanyi lagi ya, ... Boboklah bobok adikku
sayang, kalau tidak bobok digigit munyuk. Eh, apa ini? Aduh!! Kok malah
ngompol. Sialan! Untung baunya wangi. Tapi ya tetap sialan juga kau Nak. Kalau
mau pipis bilang-bilang dong. Jangan langsung ngotor begitu. Kalau malas ngomong
setidaknya bisa lewat isyarat kan?! Kayak biasanya itu lho. Aku ganti celana
dulu, ah!!
056. LELAKI 2:
Tunggu dulu!
057. LELAKI 1:
Ada apa?
058. LELAKI 2:
Itu benar-benar ompolnya calon anakmu atau ompolmu
sendiri?
059. LELAKI 1:
Entahlah. Tapi kukira benar ompolnya calon anakku.
Kalau ompolku sendiri pasti lebih wangi dari ini. Aku kan sering mabuk-mabukan
dengan menenggak minyak wangi.
060. LELAKI 2:
Hahhh!! Diam sebentar! Tenang! Kamu mendengar
sesuatu?
061. LELAKI 1:
Apaan sih?
062. LELAKI 2:
Coba kamu ke sini. Dekat padaku.
063. LELAKI 1:
Memangnya kenapa?
064. LELAKI 2:
Ada suara di dalam perutku.
065. LELAKI 1:
Suara apa? Kamu lapar? Keroncongan?
066. LELAKI 2:
Bukan. Suara nyanyian!
067. LELAKI 1:
Jangan berkhayal.
068. LELAKI 2:
Dengar! Ayo tempelkan telingamu di perutku. Nah,
kedengaran kan? Merdu sekali. Meski agak sedikit sember.
069. LELAKI 1:
Ya, ya! Makin lama makin keras!
070. LELAKI 2:
Anakku yang menyanyi. Dia pintar menirukan rupanya.
Nah, perhatikan. Lagunya sama persis dengan yang kamu nyanyikan tadi. Cerdas
sekali dia. Tak ada yang salah satu kata pun. Daya ingatnya benar-benar luar
biasa. Dia mengulang-ulang terus lagu itu. Keenakan dia. Adik bobok oh adik bobok, kalau tidak bobok digigit munyuk. Boboklah
bobok adikku sayang, kalau tidak bobok digigit munyuk. Bukan main. Makin
lama makin menyayat seperti nyanyian kematian pada akhir zaman.
071. LELAKI 1:
Wah, mengerikan. Mirip nyanyian setan dari dalam
neraka.
072. LELAKI 2:
Husss!! Jangan begitu!
073. LELAKI 1:
Kenapa?
074. LELAKI 2:
Aku jadi tidak enak. Coba perhatikan. Iramanya
pulang-balik. Melengking ke atas lalu turun ke bawah. Ke atas ke bawah, ke atas
ke bawah, ke atas ke bawah ke bawah ke bawah, ke bawah ke atas ke atas ke atas.
Ornamen tata suaranya sangat asing dan indah meskipun juga sangat menyeramkan.
Harus diakui, inilah puncak kreativitas paling agung sepanjang abad dalam
bidang seni suara. Wuiiiih, benar-benar menggetarkan sukma siapa saja yang
mendengarnya. Kamu tergetar tidak? Sangat tergetar bukan?
075. LELAKI 1:
Tidak itu. Takut!
076. LELAKI 2:
Takut itu karena tergetar. Bodoh! Aku juga takut.
077. LELAKI 1:
Gila!! Seluruh suara dan bunyi yang beredar di jagat
raya ini sepertinya menyatu dan berpusar di dalam perutmu. Dipadatkan oleh napas
anakmu, lalu ditiupkan menjadi sebuah lagu. Pertanda akan kiamatkah dunia ini?
Tidak mungkin, sekaligus tidak tidak
mungkin! Yang jelas, lagu itu menebarkan teka-teki abadi yang langsung menghamili
otak siapapun untuk melahirkan pertanyaan besar. Hati-hati! Rekam baik-baik
dengan telingamu. Ah, tiba-tiba aku ingin bunuh diri rasanya.
078. LELAKI 2:
Aduh! Dia mulai bergerak-gerak sambil terus
menyanyi. Dia mulai menari. Atau mungkin bermain pantomim. Wah, gerakannya
semakin kuat dan aneh. Jungkir balik seperti pemain akrobat. Astaga! Dia
berputar-putar. Makin lama makin kencang seperti gangsingan. Aduh
biyuuuuuung!!! Ngawur sekali dia. Nyanyiannya juga makin tidak karuan. Iramanya
ngaco belo. Syairnya pating pletot. Adik
bobok oh bapak munyuk, kalau tidak bapak dimunyuk gigit. Boboklah munyuk oh
munyuk bapak, bapak kalau tidak dimunyuk adik. Ah, bagaimana ini?! Ususku
diobrak-abrik. Dinding perutku didobrak-dobraknya. Aduh! Asem kecut! Tolong, tolong,
tolong!!! Kurang ajar. Kutempeleng kamu. Nih, rasakan! Aduh, dia makin ngamuk.
Dia mulai menggigit rempelo atiku.
Bangsat!! Tangannya menarik-narik kemaluanku. Porno!! Wah, ambles ke dalam
perutku semuanya sekarang. Oh, dia meremas-remasnya sekuat tenaga. Wah, enak
banget. Tapi sakit!!! Benar-benar tak tahu tata krama dia. Hei! Hentikan!! Ini
namanya sudah bukan main-main lagi, Nak. Ini menyiksa bapakmu namanya! Jangan
begini anak manis. Kasihanilah bapakmu. Bapak sudah tidak kuat lagi. Ayolah
hentikan amarahmu! Apa sih salah bapak terhadapmu? Bapak minta maaf kalau
salah. Bener. Aduh!! Kok malah dikenyot-kenyot. Geli, ah! Berhenti!!! Stop!
Jangan mesum kamu!!! Bajingkruk. Kebangeten kamu, Nak! Hei, kamu jangan bengong
sendirian begitu. Bantu aku dong!!!
079. LELAKI 1:
Apa yang harus kulakukan?
080. LELAKI 2:
Bujuklah dia supaya berhenti.
081. LELAKI 1:
Kamu saja tak bisa, apalagi aku. Aku kan bukan
pakdhenya.
082. LELAKI 2:
Kalau begitu hajarlah dia. Tinjulah perutku sekuat
tenaga.
083. LELAKI 1:
Aku tidak tega. Bagaimana kalau dia mati?
084. LELAKI 2:
Biar saja. Masih di dalam kandungan saja sudah
ugal-ugalan begini. Apalagi kalau sudah dilahirkan. Pasti jadi pengkhianat.
Ah!! Kamu jangan jadi durhaka, Nak. Ya?! Jangan ya?! Apa kamu tidak takut kualat
pada bapakmu? Nanti hidupmu bisa susah lho. Jangan sableng tanpa batas begini
dong. Ingatlah tata krama dan tetek bengek budi pekerti. Terutama teteknya!!
Boleh saja bergurau tapi jangan overacting
begini. Biasa sajalah. Istirahatlah sejenak. Bapak janji, nanti bapak
beliin balon-balonan dan mobil-mobilan. Atau arum manis dan berondong jagung.
Ogah?! Iya? Ah, yang bener?! Lalu maumu apa, sayangku? Bebek? Mau dibeliin
bebek? Yang putih apa yang coklat? Atau sabun kecil saja? Ngggak mau juga? Lalu
apa dong, sayangku?! Apa?!! Seks? Jangan! Belum boleh itu!! Nanti saja kalau
sudah mahasiswa. Ha?! Kepengin bunting seperti bapak? Lho!! Nanti sejarah hidup
keluarga kita makin absurd. Masak sih, mengandung kok di dalam kandungan?!
Aneh-aneh saja idemu, Nak. Pekok!!
Mandi air keras sekalian saja ya?! Aduh!!! Ditanya baik-baik kok malah
membetot-betot. Itu bukan bas betot, tahu?! Dasar badung! Badungan... eh
bajingan ding!! Heeeeiii, ayo! Cepat hantamlah perutku! Yak, lebih keras!
Sialan, dia tetap saja bertingkah. Nah, sekarang tendang saja!! Wah,
kuda-kudamu kurang kokoh. Payah! Hasilnya jadi tidak maksimal. Ayo, ulangi
lagi. Tendanglah lebih tanpa perasaan! Tendaaaaaang!!!!
085. LELAKI 1:
Bagaimana kalau kamu berbaring saja? Biar
kuinjak-injak perutmu. Kan lebih enak?! Anakmu ini mungkin monster yang
tubuhnya terbuat dari besi baja dan hatinya terbuat dari tai kerbau!!
086. LELAKI 2:
Baiklah. Terserah apa maumu. Nah, lakukan cepat.
Injak-injaklah sambil melompat-lompat setinggi mungkin! Kurang ajar, nyanyiannya
makin dahsyat dan serampangan. Ngledek bapaknya dia! Adik bobok oh bapak munyuk, kalau tidak munyuk digigit adik!!
087. LELAKI 1:
Bandel sekali demit ini. Hei, tuyul gemblung! Opo to karepmu? Trondolo! Dengarkan ommu ini, jangan terlalu cepat jadi durhaka.
Tahu?! Nanti saja kalau sudah mahasiswa boleh durhaka. Dasar calon koruptor!!
Bagaimana kalau kutikam saja pakai linggis? Boleh tidak? Atau kujejalkan granat ke mulutmu lalu kautelan, dan kita ledakkan dalam perutmu? Oke? Oke to?! Makin lama aku juga
jadi jengkel melihat tingkah anakmu yang tidak bermutu ini. Jahanam!!
Bagaimana? Boleh?
088. LELAKI 2:
Jangan!
089. LELAKI 1:
Lho, kenapa?
090. LELAKI 2:
Goblok! Nanti aku bisa ikut modar.
091. LELAKI 1:
Terus bagaimana dong?
092. LELAKI 2:
Biarkan saja kalau begitu. Biarkan sampai dia lelah
sendiri. Aku akan berusaha menanggung siksaannya sambil menangis dan menyanyi
sepuas hatiku. Aku akan tabah. Biar dia keki. Bapak bobok oh adik munyuk, kalau tidak munyuk digigit kodok. Ah,
barangkali seperti inilah penderitaan yang dialami para ibu di seluruh dunia
sebelum melahirkan anaknya. Nyawa dipertaruhkan di ujung tanduk. Nikmat
sekali!! Bajingkrong!!!! Munyuklah munyuk
adikku munyuk, kalau tidak munyuk digigit kodok bangkong. Ya, Tuhan.
Alangkah malangnya nasibku. Benar-benar tak kumengerti kemauan-Mu. Tiba-tiba
saja Kau suruh aku hamil. Padahal aku laki-laki tulen. Lantas lewat lubang yang
mana nanti aku harus melahirkan? Lewat mulut? Atau melalui kuping seperti
kelahiran Adipati Karna dalam epos Mahabarata itu? Apa bisa? Itu kan cuma
cerita khayalan belaka. Lha, aku ini kan kisah nyata. Atau dikeluarkan saja
barengan kentut? Apa sih mau-Mu, Tuhan? Keterlaluan! Sak karepe Dhewe! Mentang-mentang Mahakuasa. Kowe kuwi sopo to? Tujuan-Mu ke mana sih? Dari mana, ha? Lho, kok
malah ketawa?! Jelaskan dong Han. Supaya hamba-Mu ini siap menerima penderitaan
mahadahsyat ini. Bah!!! Dan monster yang Kau selundupkan di perutku ini
alangkah kejamnya. Tak punya perasaan! Sialan kamu, Nak. Mbok ya sedikit
berbelas kasihan kepada bapakmu yang bodoh ini. Petunjuk-Nya yang gamblang dan
jelas ini saja tak mampu menjelaskan apa-apa pada diriku. Tenanglah sayangku.
Tenang! Redakan gejolak jiwamu. Ehh.....!!! Dia mulai bergerak perlahan-lahan.
Bagus! Diamlah anak manis, anak bapak yang sholeh. Ayo diam. Berhentilah
berpantomim. Pensiun! Yak!! Benar-benar mogok berpantomim dia sekarang. Hening
total. Senyap. Barangkali dia mendengar bujukanku. Padahal aku tadi cuma
bersandiwara lho. Akting doang! Pura-pura bersikap manis pada anak demit ini.
Berhasil kutipu dia!! Kalau sudah lahir akan kujitaki dia setiap menit. Atau,
dia jadi tenang karena capek ngamuk terus-menerus? Nanti kalau tenaganya pulih
lalu kumat lagi? Walah, gawat kalau begitu. Aduh, linu-linu seluruh tubuhku.
Perutku seperti kemasukan kereta api ekspres yang berputar-putar dan
meraung-raung tanpa henti. Mual sekali. Ingin muntah rasanya.
093. LELAKI 1:
Jangan di sini. Nanti kotor semua. Ih, menjijikkan!
094. LELAKI 2:
Ruangan di dalam diriku berantakan semuanya.
Amburadul!
095. LELAKI 1:
Nanti direhab. Tenang saja.
096. LELAKI 2:
Caranya?
097. LELAKI 1:
Mudah.
098. LELAKI 2:
Bagaimana?
099. LELAKI 1:
Tinggal memasukkan kuli-kuli bangunan ke dalam
perutmu.
100. LELAKI 2:
Endhasmu!
101. LELAKI 1:
Aduh. Apa ini? Eh! Oh! Uh! Ah ih oh ah ah ih ih...
102. LELAKI 2:
Ada apa? Anakmu mau gantian ngamuk? Kok kayak drama
saja. Bisa ditebak. Keterlaluan.
103. LELAKI 1:
Bukan. Salah! Anakku kentut. Ada ampasnya sedikit.
104. LELAKI 2:
Yang keluar ampas itu anakmu atau kamu sendiri?
105. LELAKI 1:
Entahlah. Mungkin aku sendiri.
106. LELAKI 2:
Jangan mengkambinghitamkan anakmu, dong. Kasihan!
107. LELAKI 1:
Aku sendiri heran pada diriku.
108. LELAKI 2:
Sebab?
109. LELAKI 1:
Akhir-akhir ini aku suka mencari kambing hitam.
110. LELAKI 2:
Bukan hanya kamu. Seluruh masyarakat!
111. LELAKI 1:
Jangan memfitnah masyarakat. Berat hukumannya. Bisa
digantung di depan gedung DPR kamu nanti. Buktinya apa coba?
112. LELAKI 2:
Buktinya? Di pasar-pasar kambing itu yang laku
dijual hanya kambing berbulu hitam.
113. LELAKI 1:
Kamu tahu kenapa?
114. LELAKI 2:
Karena seluruh masyarakat menginginkan dirinya
menjadi kambing putih.
115. LELAKI 1:
Pinter! Eh, bagaimana perasaanmu sekarang?
116. LELAKI 2:
Perasaanku seperti tanpa perasaan.
117. LELAKI 1:
Pikiranmu juga seperti tanpa pikiran, bukan?
118. LELAKI 2:
Prek!
119. LELAKI 1:
Bas betotmu bagaimana?
120. LELAKI 2:
Hilang!
121. LELAKI 1:
Jangan-jangan dimakan tuyul gemblung itu?!
122: LELAKI 2:
Kalau ya, mudah-mudahan masih tersisa sedikit.
123. LELAKI 1:
Untuk apa kalau cuma sedikit?
124. LELAKI 2:
Lumayan daripada tidak punya sama sekali.
125. LELAKI 1:
Jangan khawatir. Paling-paling disembunyikan di
sudut ruang imajinasimu yang gelap. Nanti pasti dikeluarkannya lagi. Utuh! Empat
kali lipat ukurannya. Lebih cakep. Bahkan akan terhiasi aksesoris di
bagian-bagian tertentu. Kualitasnya juga bakal naik. Tambah joss. Percayalah.
Aku dulu pernah mengalaminya.
126. LELAKI 2:
Benar? Cihui!!! Eh, ... benar tidak sih?
127. LELAKI 1:
Sungguh! Anakku juga pernah menyembunyikan jantungku
di pantatku sebelah kanan. Menyembunyikan hatiku di dalam pusaran mimpinya yang
surealistis. Tapi yang paling koclok,
selama tiga bulan sampah makanan di dalam perutku dilahapnya hingga ludes sehingga
aku tak pernah buang air besar. Airku kecil melulu. Aku sampai sangat rindu
buang air besar. Kamu tahu rasanya rindu buang air besar? Wah, lebih
menggoncangkan jiwa daripada rindu kepada kekasih gelap sekalipun. Karena buang
air besar merupakan bagian hidup yang paling kunikmati. Aku sering mengalami
letusan orgasme hebat kalau lagi asyik buang air besar.
128. LELAKI 2:
Aku kok tidak bisa ya?!
129. LELAKI 1:
Kamu kurang penghayatan, sih.
130. LELAKI 2:
Sudah. Sudah kuhayati sepenuh hatiku.
131. LELAKI 1:
Taktik dan strategimu yang salah barangkali.
132. LELAKI 2:
Bagaimana sebaiknya?
133. LELAKI 1:
Jangan main tembak langsung. Apalagi main berondong.
134. LELAKI 2:
Lalu bagaimana, dong?
135. LELAKI 1:
Dihemat-hemat. Dibantu dengan teknik pernapasan
mengambang. Ciptakan suasana meditatif. Intuisi dipertajam. Kontemplasi
dikembangkan ke langit tertinggi lalu pelan-pelan dibiarkan jatuh ke bawah
untuk menjaring bumi. Paham?
136. LELAKI 2:
Ah, rumit. Malas aku!
137. LELAKI 1:
Itu ilmu mahal. Hanya pendekar tingkat tinggi yang
punya. Aku dapat ilmu itu dari Afrika Selatan lho. Ya, sudah kalau tidak mau dikasih
tahu gratis. Mau enak itu ya harus mau susah-susah dulu. Mau dapat buah kok
tidak mau menanam pohon. Silahkan saja jadi tukang mimpi terus sampai mati.
138. LELAKI 2:
Ah, ya. Jangan begitu. Soal tai saja kok serius amat
sih.
139. LELAKI 1:
Ini bukan soal tainya. Tapi soal sikap. Sikap! Tai
dan sikap itu berbeda! Sikap dan tai itu tidak sama! Sudahlah, sudah. Eh,
ngomong-ngomong kamu sudah baca koran hari ini?
140. LELAKI 2:
Sudah. Cuma dua belas surat kabar utama.
141. LELAKI 1:
Berita tentang kita tetap paling banyak?
142. LELAKI 2:
Ya. Rasanya makin hari makin banyak porsinya. Bahkan
hari ini semua koran memberikan semua halamannya cuma buat kita. Tak ada berita
lain sama sekali. Iklan pun tak ada secuil pun. Hebat bukan? Kehidupan
sehari-hari kita dianggap lebih pentng daripada aktivitas sosial-politik
presiden. Lebih menarik daripada kekacauan pemilu dalam negeri, yang masih saja
lebih banyak curangnya daripada tidaknya. Bahkan ternyata juga dianggap lebih
komersial dibanding berita tentang perang besar di berbagai belahan dunia, yang
memakan korban ratusan juta nyawa manusia.
143. LELAKI 1:
Gemblung! Wartawan-wartawan gemblung! Pers
gemblung!!
144. LELAKI 2:
Para ilmuwan pun lebih suka meneliti, menganalisis
dan membahas perkembangan kehidupan kita daripada tentang penemuan planet-planet
baru tak dikenal dan puluhan juta makhluk angkasa luar yang telah menerobos ke
bumi. Konon secara ilmiah gejala aneh yang mencuat melalui diri kita ini
merupakan pertanda akan dimulainya sebuah zaman baru. Dengan tatanan hidup yang
juga baru sama sekali. Kita diyakini sebagai meteor yang melejit dari dalam
tanah. Keajaiban yang wajib diwaspadai.
145. LELAKI 1:
Gemblung! Para ilmuwan gemblung!!
146. LELAKI 2:
Persatuan paranormal dan para dukun klenik berkomentar
satu sama lain saling berbeda. Semua sama kuat argumentasinya meskipun tanpa
dasar dan sangat ngawur. Ada yang menganggap kita sebagai titisan dewa dari
masa sebelum waktu beredar. Kita dicurigai akan membalikkan perjalanan waktu,
masa depan akan berubah arah berjalan menuju ke masa lampau, dan kitalah
dalangnya. Oleh karena itu kita ini harus disembah beramai-ramai. Ada yang memercayai
kita bakal melahirkan nabi baru yang akan menyampaikan ajaran-ajaran yang sama
sekali baru, meralat semua ajaran agama yang telah ada. Bahkan kolaborasi
sejumlah dukun Eropa dengan Jawa Tengah sepakat mengutuk kita sebagai pusat
malapetaka kehidupan dunia. Konon kita dideteksi, diam-diam mengantongi di
kantong mata kita jutaan raksasa jahat bermata seribu bertangan seratus
berkelamin empat puluh tujuh jenis yang siap memporakporandakan jagat raya.
Karena itu kita kata mereka harus dibakar hidup-hidup. Biar mampus, kata
mereka.
147. LELAKI 1:
Gemblung!!! Paranormal-paranormal gemblung!
Dukun-dukun gemblung! Manusia-manusia kurang kasih sayang. Bisanya cuma mencari
perhatian orang alias M.P.O. Dasar kurang pendidikan formal! Manusia-manusia
tidak puitis! Terlalu teateral! Tidak tahu tentang ketidaktahuan!!
148. LELAKI 2:
Yang paling gemblung pastilah masyarakat luas. Mereka
bisa melupakan ketidakadilan yang menimpa punggung mereka, kesengsaraan yang
menghimpit nasib mereka dan kelaparan yang mencekik sukma mereka, hanya
semata-mata karena asyik menikmati dongeng absurd tentang diri kita. Kehidupan
kita telah dijadikan alat penipuan politik di mana-mana. Dikemas sebagai
legenda rekayasa, dibungkus sebagai mitos palsu sekaligus dungu, dan dijajakan
tanpa rasa malu. Anehnya, masyarakat luas mengonsumsi seperti drakula haus
darah. Tanpa curiga. Sungguh memprihatinkan!
149. LELAKI 1:
Sejak zaman purba masyarakat memang merupakan
makhluk raksasa yang hobinya tidur mendengkur sembari ngiler tak henti-henti.
Selalu bangun terlambat dengan geragapan dan gugup kebego-begoan. Supergemblung!
Karenanya gampang digemblungi politikus gemblung, cendekiawan gemblung, dukun
gemblung, dan para gemblung lainnya. Masyarakat memang ditakdirkan untuk selalu
sial! Kasihan masyarakat!!
150. LELAKI 2:
Hari ini aku juga baru tahu.
151. LELAKI 1:
Apa?
152. LELAKI 2:
Segala gerak-gerik kita ternyata dimata-matai. Tak
ada sejengkal pun yang luput. Kita benar-benar tak memiliki privasi.
153. LELAKI 1:
Maksudmu?
154. LELAKI 2:
Di banyak sudut dan sisi rumah ini telah dipasang alat
perekam audio visual supercanggih. Lebih dari 3.000.000 stasiun televisi dari
berbagai penjuru dunia menyiarkan segala aktivitas kita. Tak ada yang luput
secuil pun. Disiarkan langsung. Sehari 24 jam tanpa seleksi. Hal ini telah
berjalan hampir setengah tahun. Mereka menghapus semua program yang telah ada
sebelumnya. Diganti tayangan langsung melulu tentang kita. Katanya, kehidupan
kita dari waktu ke waktu sangat melodramatik. Sehingga lebih menarik dibanding
serial sinetron dan telenovela produksi manapun. Lebih lucu dari komedi
manapun. Semua pelawak di seluruh dunia sekarang gulung tikar. Tidak laku
karena kalah kocak dibanding kekonyolan aksi dagelan kontemporer kita yang
hiper-realis. Sekaligus, dibanding tragedi Yunani yang paling agung kehidupan
kita katanya lebih tragis. Sudah ada ratusan ribu orang bunuh diri tiba-tiba
karena tak tahan melihat kesedihan kita. Tapi yang gila karena tak bisa
menghentikan tawanya setelah melihat kekocakan kita berjumlah lebih banyak,
ratusan juta orang. Terutama kanak-kanak usia batita.
155. LELAKI 1:
Ah, ngapusi!
156. LELAKI 2:
Tenan.
157. LELAKI 1:
Bangsat!
158. LELAKI 2:
Marah?
159. LELAKI 1:
Jadi kita benar-benar tak punya rahasia?
160. LELAKI 2:
Ya.
161. LELAKI 1:
Pembicaraan kita ini juga tersebar?
162. LELAKI 2:
Tentu. Jadi mereka tahu kalau kita rasani.
163. LELAKI 1:
Termasuk ketika aku berbuat tak senonoh di kamar
mandi tadi pagi?
164. LELAKI 2:
Itu pasti adegan paling artistik sekaligus super-dramatik.
165. LELAKI 1:
Juga setiap kali aku merayumu untuk kuajak bermain
cinta sesama jenis tetapi senantiasa kamu tolak dengan cara sangat tidak
bermoral itu? Semuanya direkam dan ditayangkan?
166. LELAKI 2:
Masih tanya!
167. LELAKI 1:
Alangkah malunya aku. Tak sampai hati aku menatap
mataku sendiri sekarang.
168. LELAKI 2:
Sampaikan saja.
169. LELAKI 1:
Kenapa?
170. LELAKI 2:
Inilah risiko menjadi orang penting
171. LELAKI 1:
Matamu!!
172. LELAKI 2:
He he he...
173. LELAKI 1:
Pantas saja kita dikurung di sini. Tak boleh keluar
rumah sama sekali. Alasannya macam-macam dan serba-berbau ilmiah. Anehnya kita
menurut saja. Karena semua kebutuhan kita dicukupi. Dan demi perkembangan dunia
ilmu pengetahuan kita rela berkorban untuk dijadikan objek penelitian. Tapi
kita malah dieksploitasi tanpa batas tas tas tas. Etika ditabrak-tabrak sampai
ambruk bruk bruk bruk. Humanisme dicincang dan dirajang jang jang jang.
Pemerasan!! Jahanam!!!
174. LELAKI 2:
Lho?!
175. LELAKI 1:
Tak tahu malu! Dunia benar-benar sudah kehilangan
sopan santun. Tak punya harga diri. Taik!! Kemajuan pembangunan model apa yang
bakal dicapai jika hak hidup setiap orang tak dihormati? Maju ke belakang
namanya! Kebijaksanaan macam apa yang dikembangkan jika kejahatan terbuka
diperkenankan secara resmi? Kebijaksanaan bersarung kondom berduri namanya! Bukan main.
Semua orang menggiring dirinya sendiri menuju tiang penggantungan yang telah
disediakan bagi dirinya sejak belum dilahirkan. Inikah yang disebut sebagai
puncak pencarian nilai perikehidupan? Apa yang bisa dinyatakan oleh kemungkinan
yang tidak mungkin? Semua orang terlambat menyadari kesalahan yang diperbuat.
Selalu! Selalu!! Selalu!!! Wajah dunia menjadi hitam legam karena semua
warganya salah mengecat. Aku menolak menjadi bagian dari kepiluan yang tak
terketahui asal-usulnya ini. Haram jadah!! Neraka adalah diri sendiri. Bukan
orang lain. Bukan. Orang lain bukanlah neraka. Orang lain hanyalah sasaran
kesialan. Diri kita adalah apa yang kita pikirkan. Mau dibangun jadi neraka
atau surga? Ketidakbahagiaan itu tidak ada, yang ada hanya orang yang tidak
bahagia. Kebahagiaan itu sekadar problem menghipnotis Sang Diri. Tidak ada
kesedihan melainkan cuma para penyedih. Penyakit itu tidak ada, yang ada hanya
orang sakit. Kekalahan itu juga tidak ada, yang ada hanya para pecundang. Tidak
ada kehancuran bagi yang tidak kalah. Jiwa mulia boleh dihancurkan tapi tak
mungkin ditaklukkan. Kehancuran akan menjadi pertanda dimulainya penciptaan
baru. Rahasia berjalan di atas air adalah mengetahui di mana letak batu. Mau
dapat madu? Dekati sarang lebah! Mau tenggelam di danau darah? Tendang saja
bokong raja singa yang sedang marah-marah! Mau jadi pahlawan kesiangan?
Rampoklah bank tentara lalu ajak sebatalion polisi berpesta pora berdansa ria! Mau
makmur? Tak perlu kerja keras tapi kerja pintar; supermalas tapi tangkas licin cerdas. Mau sukses instan, tebalkan muka hitamkan hati. Mau impoten instan?
Rajinlah minum obat kuat sekuat-kuatnya!!! Ayo, siapa butuh obat kuat? Siapa?!!
Siapa mau impoten instan?!!!
176. LELAKI 2:
Tak perlu sewot. Santai saja.
177. LELAKI 1:
Bagaimana bisa santai kalau ketegangan sudah tak
bisa dikendorkan? Masa depan adalah kengerian yang tak lagi bisa dibaca. Setiap
amanat salah alamat. Kesunyian memecahkan gendang telinga. Kesabaran hanya akan
meledakkan kemarahan. Kebahagiaan mendorong keterbelakangan. Ketentraman
bertolak belakang dengan ketertiban. Edan! Mau lari ke mana kita kalau semua
jalan di depan sudah buntu? Apa yang masih bisa dilihat kalau mata tiba-tiba
terbalik mengarah kepada diri sendiri? Hewan ajaib berkeliaran mencari mangsa
di mana-mana. Di dalam diri setiap orang tumbuh bunga bangkai raksasa. Anjing-anjing
laknat menyelinap di lorong-lorong mimpi. Bayi-bayi mati berceceran di pinggir
imajinasi para pencipta dan penggerak roda peradaban. Jutaaan pertanyaan
berbeda hanya melahirkan sebuah jawaban pasti: kemustahilan!! Ke mana akan
pergi kalau setiap melangkah ternyata sudah balik sampai ke rumah? Padahal
rumah tak menyediakan harapan. Yang disangka kosong ternyata benar-benar
kosong. Yang disangka penuh isi ternyata juga memang benar-benar kosong. Asem
kecut! Angin makin sukar dijaring. Keindahan makin merana karena makin mahal
harganya. Kekurangajaran dikagumi tapi kesantunan dihinakan. Kedunguan
diternakkan dan kebengisan dipabrikkan. Bagaimana mau bernapas kalau seluruh
udara dicemari dogma-dogma konyol? Kekuasaan hanyalah monster anti kebudayaan.
Puisi dicurigai. Ayat suci dibisniskan. Filsafat dikebiri, sekadar dijadikan
obat cuci mulut dan pelumas telinga yang karatan. Agama disulap menjadi taksi
gelap untuk menuju ke surga. Bajindul! Siapa yang salah ucap: Tuhan itu abadi
dan kita ini fana belaka? Tuhan ada karena manusia menjelma. Kita ada karenanya
Tuhan terjelma. Dia tiada kalau kita tak ada. Di manakah Tuhan kalau manusia
tidak pernah tercipta dan memikirkannya? Kita berpikir karena itu Dia ada.
Siapa pula bilang Tuhan telah mati? Kalau begitu di mana bangkainya? Di mana bangkai Tuhan yang telah mati?! Kok lucu buanget. Bagaimana bisa mati kalau
lahir pun tidak pernah? Ya, siapa yang berotak miring bakal menyaksikan
kekalutan panggung sandiwara dunia dengan pandangan normal. Hidup itu baka,
mati itu fana. Tidak ada kematian melainkan tidur panjaaaang alias modar tidak
abadi. Hidup hanyalah petualangan kosong menuju ketidaksempurnaan tak berbatas. Jika mau waras jadilah gila. Hanya orang edan yang dapat memutar roda dunia dan menggarami akhirat. Hanya si
sakit yang sanggup memuliakan kesehatan. Namun si dungu mana mungkin memahami
ketololannya sendiri? Si bangsat mana bisa menyerap pesona kebaikan anjing keparat?
Jangan percaya pada logika sebab logika itu seteru dari kesalahan. Padahal
kesalahan merupakan pintu gerbang utama menuju pusaran misteri semesta raya.
Siapa yang memusuhi kesalahan akan dihukum oleh kebenaran. Pendidikan menjadi petaka ketika budi pekerti kehilangan mahkota. Ah, masih maukah
matahari mengawini rembulan kalau rembulan sakit mata belekan, pathekan dan
sariawan? Masih perlukah kehidupan ditimang-timang kalau hidup sendiri tak
punya kehormatan? Ayo, kita cari kaca benggala dan kita ludahi muka kita
sendiri! Kita sobek-sobek langit kenangan dengan ujung jari-jari kaki! Kita lipat-lipat waktu, lalu selipkan di belahan pintu rahim para ibu. Kita cincang-cincang wahana pemikiran dari abad
yang sakit ambeien. Kita tebang tuntas hutan liar rimba batin siapa saja yang subur makmur. Kita hisap air samudra impian semua makhluk sejagat seakhirat sampai kering kerontang. Kita
copot kepala kita yang mencair oleh ide-ide absolut lalu bekukan dalam kulkas. Kita kubur eksistensi Sang Maut yang menyeramkan bagai pesona rintihan Tuhan Palsu yang sekarat. Kita kencingi mulut roh semesta dunia yang asyik tidur mendengkur sembari congornya menganga! Ayo!! Ayooo.......!!!
178. LELAKI 2:
Ngawur! Ngawur!! Makin tak karuan omonganmu.
Berkoarlah yang jelas. Jangan seperti penyair yang gagal meniti karier. Masih
mending kalau seperti Semar mabuk teka-teki abadi. Atur napasmu. Kendalikan
emosimu. Perjelas tatanan pemikiranmu. Dunia sangat membutuhkan pesona
keindahan tipu daya dan jebakan-jebakan retorika. Sulapan kata-kata demi
memanipulasi fakta, mempersinting logika. Kebenaran itu bukan fakta atau
realita tapi daya sugesti kecantikan berbahasa. Jangan takut munafik. Beranilah
berbohong. Bersikaplah licik dan pengecut. Tanpa perilaku negatif kebesaran tak
mungkin dibangun secara utuh. Ayo, bangunkan raksasa jenius yang tidur ngorok
di dalam dirimu. Ajaklah berpikir keras, berdiskusi, berkarya mati-matian dan
murtad pada diri sendiri. Siapa yang tidak jujur tidak berbakat jadi pembual.
Yang superjujur berpeluang besar jadi raja tipu. Nyalakan api unggun di dalam
dirimu agar semua orang di sekitarmu merasa hangat. Pijit saraf ego mereka.
Banjiri pikirannya dengan selautan harapan indah. Setelah itu tekuklah habis-habisan
sampai kelenger. Belantara kehidupan ini buas dan sadis. Siapa yang kuat pasti
terjungkal. Yang lemah akan kiamat sebelum berbuat. Yang pintar bakal tersesat.
Yang dungu berakhir di lubang naga. Hidup ini pertempuran sunyi tiada henti.
Cinta murni itu kelemahan sejati. Kejam terhadap diri sendiri itu kekuatan
mahadahsyat. Musuh satu sudah terlalu banyak. Sahabat seribu masih terlalu
sedikit. Main keroyok itu jaminan untuk menang. Dibilang tidak ksatria ya
biarin aja. Nggak apa-apa. Daripada berlaku ksatria terus keok melulu, gimana
coba? Berdosa besar membiarkan orang lumpuh menjadi komandan regu lari maraton.
Manusia tanpa imajinasi tak bisa didaulat menjadi kepala negara. Siapa yang
menuntun keledai ke puncak menara berkewajiban menurunkannya kembali ke bawah. Daya imajinasi lebih berdaulat tinimbang ilmu pengetahuan. Manusia adalah binatang ajaib
yang pintar membohongi diri sendiri. Karena itu jadilah Tuhan bagi diri
sendiri. Tinjulah keheningan peradaban. Percayalah setulusnya pada kekuatan
fulus. Sebab uang merupakan produk kebudayaan yang paling jahanam. Tabunglah
kejahanaman setinggi gunung kembar yang nangkring di dada ibu pertiwi. Dunia
selalu terpukau kagum, dengan bola mata pentalitan, melihat kemahajahanaman
yang diesakan. Ciptakan sejarah superhitam agar tak mampu dibaca oleh orang
suci. Muliakan eksistensi semu dengan memanipulasi mata hati yang buta total.
Jangan sedih, tetaplah berbahagia meskipun sedang sangat sedih. Tetaplah sabar
walau lagi amat sangat murka. Tenang walau galau. Tetap yakin seyakin-yakinnya meski sedang amat sangat ragu-ragu. Dingin meski panas. Ramah
biarpun sebal mau muntah. Peluk mesra musuhmu lalu tikam punggungnya dengan belati. Tetaplah santai meski baru tegang gang gang gang...
alias ngaceng emosi dan imajinasimu. Berjuanglah sehebat-hebatnya agar besok
setelah modar dapat langsung masuk neraka tanpa tiket. Neraka itu hangat. Sama
hangatnya dengan tai ayam yang baru keluar. Membuat intuisi dan fantasi terus
mendidih. Birahi berkobar-kobar! Kebrengsekan hanyalah keagungan yang berwajah
kurang tampan. Kebajikan adalah kuntilanak berkedok bidadari. Baik dan buruk
selalu bersaudara!!
179. LELAKI 1:
Gemblung! Lelaki bunting gemblung!! Jangan kamu
pengaruhi aku. Jangan mencoba-coba menggurui orang yang jelas-jelas lebih
brilian daripada dirimu sendiri. Tak tahu diri. Gemblung! Biarkan aku ngebacot
sesuka hatiku. Awas kalau kamu potong lagi. Kubetot bas betotmu. Gemblung!
Lelaki bunting gemblung!! Hah. Lihat!! Waktu telah terbakar ujungnya.
Keheningan menggumpal menjadi logam mulia. Tapi siapa yang cukup peka menangkap
tanda dan rahasia alam semesta? Setiap senja matahari meneteskan air mata
darah. Cakrawala menggelar kalimat-kalimat penuh makna yang tak pernah terbaca.
Dan siapa yang mencoba benar-benar memahami keberadaan kita? Kehamilan penuh
misteri ini? Siapa?!! Aduh, ... anakku berak tiba-tiba. Sialan!! Tahan dulu,
bangsat. Jangan ganggu bapakmu berkhotbah kepada dunia. Busyet!! Malahan
menyanyi dia. Adik bobok oh adik bobok, ...
Stop!! Diamlah jabrik! Kalau tidak bobok
digigit munyuk. Ya, sudah kalau begitu. Menyanyilah terus sementara bapak
tetap akan berkoar-koar seperti beruk kebakaran pantat. Adik bobok oh... Yang penting jangan sambil main pantomim kayak temanmu
tadi. Mau janji?! Sumpah?! Boboklah bobok
oh... ehh sampai di mana aku tadi?
180. LELAKI 2:
Aduh! Edan!! Anakku ikut-ikutan menyanyi sambil
membetot-betot bas betotku. Bangsat!! Adik
bobok oh bapak munyuk, kalau tidak munyuk digigit bobok. Munyuklah munyuk
bapakku munyuk. Kurang ajar, betotannya makin berirama. Tangannya
menepuk-nepuk dinding perutku seperti menepuk-nepuk gendang dan ketipung. Bikin
musik ndang ndut dia! Kalau tidak munyuk
digigit Petruk. Wah, tambah kreatif kata-katanya. Pakai nyebut nama Petruk
segala. Kulakan dari mana ya?!! Bapak
munyuk oh...
181. LELAKI 1:
Biarkan saja dia terus menyanyi. Nyanyian ganjil
mereka mungkin cukup layak mengiringi bacotanku yang penuh mutu. Jangan
dihentikan. Tahan kegelianmu. Adik bobok
oh adik Petruk. Bah! Ketularan kreatif anakku!! Kalau tidak Petruk dipetruk-petruk. Ayo, teruskan Nak. Lebih
dihayati ya? Maksimalkan emosimu!! Para lelaki di seluruh penjuru dunia menatap
kita sambil makan bakmi, fuyung hay, hamburger dan mungkin cacing goreng, puisi
rebus serta tongseng kondom. Mereka semua lupa bertanya kepada dirinya sendiri,
kapan akan hamil seperti kita berdua di sini. Atau mereka pura-pura lupa
bertanya? Takut? Pantas memang. Kehamilan ini sungguh menyeramkan. Terlalu bisa
dipercaya! Tak berbau fiksi sama sekali!! Petruklah
petruk bapakku petruk... Jahanam!!! Kini waktunya sudah tiba. Bahwa giliran
hamil harus diambil alih dan ditanggung sepenuhnya oleh para lelaki. Para
wanita sudah bebas tugas. Tidak punya hak lagi untuk bunting. Kalau tidak Petruk digigit gigit. Maka
kuperingatkan. Kuperingatkan dengan setulus hatiku. Wahai, seluruh makhluk
berkelamin lelaki penghuni muka bumi di manapun kalian berada. Jangan kaget,
jika besok pagi sesudah bangun tidur kalian dapati perut kalian melendung
seperti balon gas. Bunting semuanya!!! Tak perlu bertanya kenapa bisa terjadi.
Tidak boleh! Pokoknya mendadak bunting!! Nikmatilah kekonyolan tragedi kalian
apa adanya. Sulaplah menjadi komedi paling dahsyat. Jangan panik. Kami akan
tetap bersama kalian!!!!!
182. LELAKI 2:
Bapak bobok oh
bapak munyuk, ......................................................................
183. LELAKI 1:
Petruklah petruk
bapakku munyuk, ...................................................................
TIBA-TIBA
SELURUH PENONTON IKUT MENYANYI. ADA YANG SAMBIL BERDIRI. ADA YANG
MELOMPAT-LOMPAT. ADA YANG BERGULING-GULING. ADA PULA YANG MENYANYI SAMBIL
TERKENTUT-KENTUT. DAN LAIN SEBAGAINYA. Bapak
bobok oh bapak munyuk, kalau tidak munyuk digigit bobok. DIULANG-ULANG SEMBARI
PULANG KE RUMAH MASING-MASING. TIDUR SAMBIL MENYANYI. MIMPI MENYANYI. BANGUN
TIDUR MASIH MENYANYI. LAGI DAN LAGI.
Yogyakarta,
15 Juli 1997
No comments:
Post a Comment