(Drama) Sri Harjanto Sahid - KUDA LIAR DARI RUANG GELAP

KUDA LIAR DARI RUANG GELAP

Drama: Sri Harjanto Sahid


RUANG TAMU YANG ARTISTIK. SUSUNAN KURSI DAN MEJA TERKESAN MINIMALIS. ADA LUKISAN BESAR WAJAH PEREMPUAN BERWAJAH PEDIH TAPI ANGKUH DAN KUAT MENAHAN BADAI PENDERITAAN. VAS BUNGA, BEBERAPA BUAH, MEMANCARKAN KELESUAN. SEPASANG LELAKI  DAN WANITA TERLIBAT DALAM LINGKARAN PROBLEM YANG PELIK.


001. LELAKI
Jangan  sampai terlambat. Nanti menyesal seumur hidup. Berkemaslah. Waktu kita tidak banyak. Ayolah! Berpikirlah yang jernih. Lapangkan hatimu. Bagaimanapun kamu tak pantas menolak permintaan itu. Kamu harus mengunjunginya. Itulah yang terbaik bagi dirimu dan bagi dirinya. Apalagi? Masih ragu-ragu? Berapa lama lagi aku harus menjelaskannya? Bagaimana caranya agar hatimu tergerak? Sudahlah! Masalahnya sangat kritis. Tak perlu bertimbang rasa dengan menghabis-habiskan waktu. Sekarang atau besok sama saja. Tapi lebih cepat lebih baik agar kemungkinan terlambat tidak terjadi. Aku sudah lima hari lalu datang di kota ini. Setiap hari selalu mencarimu, siang-malam pagi-sore. Tak pernah ketemu. Pembantumu bilang kamu sedang pergi ke luar kota. Benar ke Puncak?! Ahh, jangan membatukan hati begitu rupa! Sudah lebih tiga jam aku menasihati, memohon, bahkan setengah memaksamu. Harus bagaimana lagi? Percayalah, memberi maaf jauh lebih melegakan daripada membalas dendam. Maaf itu pintu menuju diri sendiri. Tanpa maaf, orang akan makin memusuhi diri sendiri setelah tak puas-puas memusuhi orang lain. Memaafkan adalah sebuah pembebasan.

002. WANITA
Memang lebih gampang ngomong daripada mengalami.

003. LELAKI
Tidak salah ucapanmu.

004. WANITA
Kalau begitu, biar kuputuskan sendiri.

005. LELAKI
Terserahlah.

006. WANITA
Aku tak akan pergi menengoknya.

007. LELAKI
Benar?

008. WANITA
Ya. Sudah mantap.

009. LELAKI
Kamu tega?

010. WANITA
Kenapa tidak? Ketegaan yang jauh lebih besar telah dilakukannya padaku. Binatang paling buas pun mungkin tak bisa melakukannya. Dialah nasib burukku.

011. LELAKI
Begitukah?

012. WANITA
Apa lagi yang paling pantas dipetik dari tanaman kekejaman selain kekejaman pula? Memang, tanpa maaf sama dengan merubuhkan jembatan yang bakal dilalui. Setanlah yang kemudian membuatkan jembatan baru bernama kesesatan. Aku sadari ini. Tapi rasanya aku lebih suka menempuh jembatan baru itu daripada harus melupakan luka-lukaku.

013. LELAKI
Sayang sekali.

014. WANITA
Kenapa?

015. LELAKI
Hatimu dibutakan dendam.

016. WANITA
Dendam itu kenikmatan.

017. LELAKI
Bukan!

018 . WANITA
Lantas?

019. LELAKI
Penghancuran diri!

020. WANITA
Kalaupun itu benar, aku lebih suka melakukannya daripada melupakan masa lalu. Traumaku sangat parah. Dalam tidur, ratusan hantu mengejar-ngejarku. Ada yang ingin mencekik, menjilati, menggagahi, atau sekedar meneror. Dalam jaga aku dirubungi kesangsian, kecemasan dan kecurigaan. Hidup menjadi seperti menjalani sebuah kutukan mengerikan. Jiwaku terganggu dan badanku tidak seimbang. Dialah akar dari semua ini.

021. LELAKI
Kini, dia sangat menyesal.

022. WANITA
Menyesal itu gampang. Mencegah agar penyesalan tak perlu dilakukan di kemudian hari, itulah yang pantas dikerjakan oleh semua orang. Menyesal bukan berarti kejahatan tak perlu dihukum.

023. LELAKI
Dia sudah menjalani hukumannya. Sekarang nuraninya juga ikut menggugat kembali. Ajalnya sudah hampir datang. Maut menunggu di depan pintu setiap waktu. Tapi dia tetap bersikeras bertahan. Dia menolak mati sebelum bertemu denganmu. Tubuh sudah tinggal tulang disaput kulit. Lebih setengah tahun hanya bisa terbaring disiksa penyakit.

024. WANITA
Aku tidak peduli.

025. LELAKI
Sedikit pun?

026. WANITA
Ya.

027. LELAKI
Dia itu ibumu!

028. WANITA
Benarkah?

029. LELAKI
Dia yang menyimpan dirimu di dalam rahimnya selama sembilan bulan sepuluh hari. Lalu berjuang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan dirimu ke dunia. Tanpa dia kamu tak pernah ada seperti sekarang ini.

030. WANITA
Aku tak pernah minta dikandung dan dilahirkannya! Aku hanyalah akibat dari kenikmatan yang dipujanya sendiri. Tidak pernah ada seorang pun anak di dunia ini yang minta dilahirkan oleh ibunya. Bukan hanya yang melahirkan yang menderita, tapi kelahiranlah penderitaan yang sesungguhnya. Alangkah bahagianya aku seandainya aku tak pernah dilahirkan!!

031. LELAKI
Ah!! Ngomong apa kamu?

032. WANITA
Kalau aku tidak pernah lahir mana mungkin aku menjadi bejat begini. Mungkin aku hanya berwujud kekosongan abadi. Tanpa dosa dan tanpa derita.

033. LELAKI
Kamu benar-benar keterlaluan!

034. WANITA
Keterlaluan mana dengan ibuku yang tega membuang anaknya di tong sampah? Waktu itu aku masih bayi merah berusia kurang dari satu bulan. Untung tidak ada anjing liar yang menggasak dan mencabik-cabik tubuhku. Hanya tiga buah jari kakiku saja yang hancur digerogoti tikus werok.

035. LELAKI
Waktu itu ibumu sedang kalut.

036. WANITA
Ya. Karena baru saja membunuh ayahku dengan pisau dapur. Kenapa dia tidak membunuh aku sekalian? Kalau aku sudah terbunuh jauh-jauh hari, aku pasti tidak pernah jadi lonthe seperti sekarang ini. Aku benar-benar menyesali kelahiranku.

037. LELAKI
Ibumu memang khilaf karena kalap. Dia tak mampu menguasai diri menyaksikan ayahmu tengah bermain gila dengan pembantu rumah tangganya. Entah setan apa yang tengah lewat. Begitu dilihatnya pisau dapur langsung dihujam-hujamkannya ke dada ayahmu. Dia histeris. Begitu sadar kebingungan. Segera diambilnya dirimu di pembaringan, kemudian lari menembus kegelapan malam. Namun orang-orang kampung yang mendengar keributan segera mengejar, karena pembantu rumah tangga yang lolos dari maut berteriak-teriak minta tolong. Untung ibumu bisa lolos hingga ke kampung tetangga yang agak jauh. Walau begitu sehari berikutnya berhasil ditangkap polisi. Tapi tanpa bayinya. Sebab di tengah kekalutan hatinya yang sangat hebat, bayi itu ditaruhnya di tong sampah di depan rumah seorang pedagang kain batik.

038. WANITA
Nah, kamu pun sudah mengetahuinya.

039. LELAKI
Kakekku yang menceritakan.

040. WANITA
Riwayat buram itu menjadi rahasia umum di kampungmu.

041. LELAKI
Benar sekali. Semua orang menyayangkannya, kenapa hal itu bisa terjadi. Sejak masih berpacaran orangtuamu dikenal sebagai pasangan yang diidolakan. Ayahmu bagai Arjuna dan ibumu merupakan kembangnya kampung. Sangat serasi. Namun gambaran manis itu buyar oleh peristiwa berdarah itu.

042. WANITA
Dan akulah korban yang paling besar.

043. LELAKI
Ini sebuah takdir.

044. WANITA
Bukan. Tapi kesalahan manusia.

045. LELAKI
Seandainya boleh mengulang dari awal kembali, pasti ibumu menolak nasib yang seperti itu. Menolak jadi pembunuh suaminya dan membuang anaknya di tong sampah. Tidak ada manusia yang menginginkan jadi jahat dan buruk sejak awal. Ada kekuatan aneh tak terlawan yang mendorong manusia memasuki wilayah yang tak pernah diimpikannya. Kejahatan acapkali maha-misterius. Sering menyergap bahkan ketika kesadaran tengah memuncak.

046. WANITA
Huh! Aku pun demikian. Seandainya aku boleh mengulang kelahiranku, aku pasti menolak dilahirkan oleh perempuan itu. Paling tidak aku merasa lebih nyaman bila dilahirkan oleh istri seorang presiden. Hingga aku tak akan pernah menjadi makhluk hina dina seperti sekarang ini. Tapi waktu tak pernah berjalan mundur kembali. Kehidupan mana mungkin terulang. Apa yang sudah terjadi tak dapat dihapus. Tak dapat dikhianati dengan pura-pura melupakannya. Karenanya, semua orang gagal selalu berandai-andai seperti yang kamu ucapkan. Padahal kalau diberi kesempatan mengulang beneran, belum tentu menjadi lebih baik. Mungkin tambah amburadul hidupnya.

047. LELAKI
Kamu pintar sekali bicara sekarang.

048. WANITA
Kepahitanlah yang mengajariku.

049. LELAKI
Aku tahu hidupmu sangat pahit.

050. WANITA
Lebih pahit dari apa yang kamu tahu. Lebih parah dari apa yang kamu duga. Tapi akhirnya kusimpulkan, bahwa aku tak boleh jatuh kasihan pada diri sendiri. Nasib itu bengis. Siapa saja dilabrak. Bukan berarti tak dapat dilawan kalau mau. Sebab nasib itu bikinan diri sendiri. Cuma tak pernah disadari. Apalagi jika wajahnya buruk, mana mau mengakui sebagai anak kandung sendiri. Seharusnya aku bisa berkelit. Namun tidak kulakukan. Bukannya tanpa daya. Hanya malas membangkitkan tenaga dan keberanian saja.

051. LELAKI
Kamu cukup bijak memandang hidup.

052. WANITA
Bukan memandang tapi menantang. Aku tak mau lagi dipermainkan hidup. Akulah yang harus memainkan hidupku. Aku hanya mau menjadi seperti apa yang aku mau. Aku sudah capek diombang-ambingkan gelombang kehidupan yang ganas dan tak kenal kompromi.

053. LELAKI
O ya, bagaimana keadaan orangtua angkatmu sekarang? Pedagang kain batik yang berbaik hati mengadopsimu dulu itu? Apakah kamu menjalin hubungan kembali dengan mereka?

054. WANITA
Sama sekali tidak. Sudah lebih sepuluh tahun. Aku muak menghadapi kepura-puraan yang diselimuti kemuliaan. Mereka tidak pernah benar-benar menganggapku sebagai anak. Apalagi sesudah mereka sendiri memanen anak kandung. Sejak lepas usia balita aku diperlakukan sebagai babu. Bekerja dan terus bekerja. Hardikan dan makian tak pernah ketinggalan. Sampai akhirnya aku minggat dari rumah. Aku tak tahan. Anaknya yang sulung beberapa kali berusaha memperkosaku ketika kami sama-sama masih remaja. Bajingan tengik itu sungguh kurang ajar!

055. LELAKI
Itukah yang dulu membuatmu kembali kepada ibu kandungmu?

056. WANITA
Benar. Ibuku menyambutku seperti kejatuhan bulan. Dia menangis bahagia.  Memelukku erat-erat seolah tak mau melepaskan lagi. Untuk kesekian kalinya dia meminta maaf padaku. Memintaku melupakan tragedi masa silam. Mengajakku memulai kehidupan baru penuh kesegaran dan kemesraan. Aku cuma mengangguk. Entah setuju atau terpaksa karena cuma butuh perlindungan belaka. Nyatanya hari-hari berikutnya dia sangat memanjakan diriku. Akulah anak hilang yang kembali pulang. Aku diperlakukan seperti seorang dewi. Dipuja-puja setiap hari. Ditimbuni hadiah-hadiah, pakaian-pakaian bagus, dan makanan-makanan enak. Mungkin ibu ingin menebus dosa-dosanya padaku. Dia sangat menyayangiku.

057. LELAKI
Memang. Kamu adalah mutiara baginya.

058. WANITA
Aku hanya mainannya. Dia mencintai diriku supaya dirinya sendiri bahagia. Cinta model apa itu?

059. LELAKI
Tidak ada cinta yang tidak egois. Cinta selalu egois.

060. WANITA
Tapi cinta orangtua kepada anaknya?

061. LELAKI
Sama saja. Mungkin bahasanya berbeda. Maknanya sama. Karenanya jangan memimpikan yang tidak-tidak. Jangan mengharap secara berlebih-lebihan dari kata cinta. Bisa-bisa malahan tak mendapatkan apa-apa. Seperti kamu itu, karena kamu dihantui masa lalu yang hilang yang ingin kamu raih di masa kini. Konsepmu tentang cinta menjadi terlalu muluk. Tidak berpijak di bumi.

062. WANITA
Okelah. Kuterima gombalanmu. Tapi cinta tanpa perlindungan, masih bisakah disebut cinta?

063. LELAKI
Maksudmu?

064. WANITA
Ibuku tidak membelaku ketika aku sudah dibikin bunting oleh ayah tiriku. Suami baru yang mengawininya sesudah dia keluar dari penjara itu memang pintar merayu. Menjebakku dengan cara sangat halus. Hingga aku  senang-senang saja melakukannya. Aku masih buta terhadap kelicikan lelaki kala itu. Sifat kebapakannya yang halus kusambut dengan tulus. Ternyata dia menyembunyikan pentung yang dahsyat. Aku dihajarnya habis-habisan. Anehnya aku pasrah dan menyerah begitu saja. Tanpa perlawanan. Dia terlalu lihai membuat perangkap. Apalagi waktu itu aku baru frustrasi berat, lantaran hubunganku dengan kamu yang baru beberapa tapak ditentang habis-habisan oleh ibuku. Namun setelah aib memalukan itu terbongkar justru akulah yang dihujatnya. Dia sebenarnya bisa mencegah kalau punya sedikit kepekaan. Dia malahan membiarkan. Mungkin dia terlalu percaya pada lelakinya itu. Akhirnya akulah yang disalahkan. Dianggapnya aku yang memulai menggoda. Memancing-mancing dan terlalu bebas membuka paha. Aku dimaki dan dicerca. Dipukuli dengan gagang sapu sampai lebam-lebam tubuhku. Aku menangis tapi pukulan malahan makin keras jadinya. Puncaknya, aku diusir. Disuruh minggat dari rumah saat itu juga. Aku pun lari hanya dengan sepotong pakaian yang kukenakan. Sisa uang belanja ikut kubawa. Untung, sempat kusambar dompet di atas meja.

065. LELAKI
Oh, itu rupanya alasanmu raib dahulu. Aku tak mengetahui hal itu sedikit pun. Ibumu cuma bilang kamu minggat. Dan para tetangga pun tak ada yang mengetahui alasanmu apa.

066. WANITA
Tentu saja dia merahasiakannya.

067. LELAKI
Aku sudah mencari informasi ke mana pun untuk menemukanmu kembali waktu itu. Tak pernah berhasil. Aku cuma bingung kenapa kamu pergi dan tidak pamit padaku.

068. WANITA
Situasinya tidak memungkinkan.

069. LELAKI
Terus kemana kamu?

070. WANITA
Itulah awal dari petualanganku yang menjijikkan. Dalam keadaan bunting dua bulan aku mengembara tak tentu arah. Menegangkan dan menyedihkan. Mirip sebuah kisah novel picisan. Terlalu gampang ditebak. Tapi inilah realitanya. Hidup memang tidak sukar diraba ke mana arahnya, bila dihayati saja tanpa prasangka. Aku menggelinding mengikuti waktu.

071. LELAKI
Ke mana?

072. WANITA
Tidak tahu. Aku ke stasiun kereta api. Ada kereta lewat langsung naik begitu saja. Turun di stasiun lainnya. Naik lagi. Begitulah berkali-kali. Hingga aku tiba di Jakarta. Kota yang penuh hantu dan siluman, tapi para malaikat juga bergentayangan di mana-mana. Di mana burung merak dan ular kobra bersahabat, maling dan polisi berkerabat, hakim dan koruptor berjabat tangan, serta anak-anak telantar tidur memangku bulan di jalan-jalan raya.

073. LELAKI
Batinmu pasti sangat kosong waktu itu. Kamu menderita. Rasanya aku tak sanggup membayangkannya. Sukmamu kesakitan.

074. WANITA
Sama sekali tidak. Jangan salah sangka. Sudah kukatakan, kisahku mirip dengan novel picisan. Atau setidaknya sama dengan kebanyakan film Indonesia. Gampang diduga alurnya. Ya, dalam kebingunganku datanglah seorang lelaki tampan mendekatiku. Kelihatan sangat baik hati. Dia segera tampil sebagai dewa penolong bagiku. Aku diajak pulang ke rumahnya. Aku dihibur dan diberi perawatan seperlunya. Dia sangat memerhatikan kesehatanku. Dia cukup jenaka. Tiga hari kemudian, aku sudah tidur dengan dirinya. Tentu saja tanpa perjanjian apa-apa. Dia sangat maut. Ganas bagai binatang buas. Tahan lama lagi. Tidak seperti ayah tiriku yang terlalu cepat letoy dan maunya enaknya sendiri. Begitu game langsung nglumpruk seperti kambing kekenyangan. Aku tak pernah selesai dengannya.

075. LELAKI
Ah! Begitu mudahnya kamu lakukan itu.

076. WANITA
Mau bagaimana lagi? Hidupku sudah remuk redam. Aku perlu sedikit hiburan untuk melupakan stres. Lagipula aku sangat menikmatinya.

077. LELAKI
Kebebasan memang nikmat. Lebih nikmat jika dikendalikan.

078. WANITA
Ya, seperti menunggang kuda liar. Dan akulah kuda liar yang penuh nafsu. Paling pintar memberi kenikmatan!

079. LELAKI
Sialan. Aku serius!

080. WANITA
Kamu kira aku tidak? Babak berikut dari lakon picisanku mengharuskan aku menjadi kuda liar yang enak ditunggangi. Dinikmati sambil berlari-lari sekencang-kencangnya. Memburu matahari tenggelam dan menyongsong rembulan muncul dari balik awan. Dalam keadaanku yang hamil muda, si dewa tampan penolongku makin mendemonstrasikan kebaikan hatinya. Bukan kepadaku tapi kepada para sahabatnya. Caranya sungguh bukan main. Yakni menyuruhnya untuk menggilirku bergantian. Hampir setiap hari aku harus sebagus-bagusnya berperan sebagai kuda tunggangan. Lama-lama bahkan disewakan pula kepada siapa saja yang ingin berkreasi keliling surga dengan menaiki kuda hamil. Aneh, banyak lelaki yang meminatiku sampai ketagihan. Mungkin kuda hamil dianggap rasanya sangat lain. Super fantastis! Memancing belas kasihan sekaligus mengundang nafsu penyiksaan. Adanya perasaan semacam itulah yang mungkin membuat pengembaraan dengan naik kuda hamil terasa menghebohkan perasaan. Memberi sensasi psikologis yang hebat. Banyak sekali orang yang memimpikannya. Mencoba merasakan kehebohannya. Terutama anak-anak muda belasan tahun. Bahkan ada di antaranya yang belum cukup pantas memakai celana panjang. Eh, kamu sudah pernah naik kuda hamil belum?

081. LELAKI
Tentu saja sudah. Anakku kan sudah dua orang.

082. WANITA
O ya?! Laki-laki atau perempuan?

083. LELAKI
Keduanya laki-laki.

084. WANITA
Syukurlah!

085. LELAKI
Kenapa?

086. WANITA
Kalau sesat jalan peluangnya untuk tampil gagah jauh lebih besar. Paling tidak jadi jagoan atau kepala bandit. Nah, kalau tersesatnya di jalur resmi pasti lebih seru lagi. Bisa jadi pemeras berseragam, hantu resmi di jalan-jalan raya atau kantor-kantor yang basah, atau pemegang saham-saham haram. Kalau perempuan tentu peluangnya jika sesat jalan lebih terbatas. Yang paling klasik dan konvensional, dan biasanya banyak dipilih, tak lain ya profesi kuda tunggangan. Kalau beruntung kariernya terus naik, ya paling pol memegang jabatan sebagai germo.

087. LELAKI
Edan kamu! Ngawur! Tak kuharapkan anak-anakku akan seperti itu. Aku akan mendidik dan menjaganya sebaik mungkin. Amit-amit jabang bayi. Ampuni aku Tuhan!

088. WANITA
Tak ada orangtua yang mengharapkan anaknya demikian itu. Tapi hidup ini maha-misterius. Apa yang terpegang hari ini bisa luput esok pagi, kata seorang penyair. Jutaan jalan bercabang-cabang dan berkelok-kelok. Jebakan gaib tersebar di semua ruang dan waktu. Aku sendiri misalnya, mana pernah  membayangkan akan melakoni kutukan sebagai kuda tunggangan. Bahkan ketika perutku makin menggembung, aku dijebloskan oleh dewaku itu masuk ke kandang bobrok. Harus bekerja lebih keras meski kebisaan yang dimiliki tinggal nungging-nungging belaka. Aku dipacu tak henti-henti dengan joki berganti-ganti. Karena terbiasa, siksaan terasa berubah menjadi kenikmatan luar biasa. Aku selalu mendambakan siksaan model apa pun. Makin bengis makin kusukai. Sehari saja tidak disiksa, kepalaku terasa pusing tiada tara. Lantas kubentur-benturkan di tembok hingga berleleran darah. Jika sudah begitu, biasanya induk semangku baru berbaik hati mencari dan membayar satu atau tiga orang joki agar memacu kuda liar yang sedang birahi ini. Mengerikan tapi entah kenapa begitu indah.

089. LELAKI
Menegangkan sekali. Kamu sungguh kuat mengarungi lautan batu-batu karang yang begitu buas. Kamu insan yang tabah dan mengagumkan. Berani melawan nasib. Terus berjuang hidup meski jutaan lalat sudah mengerubungi luka-lukamu. Kalau aku, mungkin sudah bunuh diri minum obat serangga.

090. WANITA
Pujianmu salah alamat. Jangan dikira aku tidak ketakutan melakoni semuanya. Berulangkali aku mencoba bunuh diri. Tapi rupanya aku kurang punya bakat untuk mati muda. Atau mungkin keinginanku mati cuma setengah hati? Hahhh! Kurang ajar benar hidup ini!! Sembilu tajam menyayat hatiku setiap aku mengingat nasib anakku. Aku berdosa besar padanya!

091. LELAKI
O ya, bagaimana nasib anakmu? Di mana dia sekarang?

092. WANITA
Di neraka!! Mungkin berbaik hati sudah mendahului menanggung dosa-dosa ibunya. Sebenarnya aku sudah berjuang keras supaya dia tetap hidup. Aku tak pernah mau menggugurkan kandunganku meski sudah dipaksa-paksa oleh si dewa baik hati itu. Bagaimanapun, dia anak kandungku. Darah dagingku sendiri. Aku ingin dia hidup dan menyayanginya sepenuh hatiku. Dia tidak berdosa apa-apa. Dia bukan anak haram. Di dunia ini tidak ada anak haram, yang ada hanya orangtua haram. Aku ingin, nantinya dia tidak seperti aku. Yang gersang dari kasih sayang seorang ibu. Aku ingin, dia bisa tumbuh dewasa dan tetap bangga kepada ibunya meskipun ibunya hanya seorang pelacur. Tapi dia mati. Mati!!!

093. LELAKI
Kapan terjadinya?

094. WANITA
Empat bulan setelah kelahirannya.

095. LELAKI
Kenapa? Sakit? Atau...

096. WANITA
Ya. Sakit parah.

097. LELAKI
Parah?

098. WANITA
Dia terkena penyakit kotor. Raja singa!!

099. LELAKI
Ahh ....

100. WANITA
Bahkan sejak masih dalam kandungan.

101. LELAKI
Hhhhh...

102. WANITA
Karenanya, benih-benih penyakit itu sudah menjalar dan merusak seluruh jaringan tubuhnya. Dagingnya, darahnya, tulangnya, paru-parunya dan akhirnya otaknya. Dia singgah di dunia selama empat bulan khusus untuk menderita. Disiksa dari detik ke detik oleh penyakit keparat itu. Alangkah sakitnya. Padahal dia tidak bersalah apa-apa. Dia bersih dari dosa. Hanya orangtuanya yang bersalah. Kenapa dia harus ikut menanggung hukumannya? Bahkan sejak masih dalam kandungan dia sudah menderita. Dia lahir cacat. Tapi wajahnya manis sekali. Dan dia seorang laki-laki. Maafkan ibumu, Anakku. Ibumu ini memang binatang tak berharga. Setan busuk yang lahir sebagai manusia! Aku berdosa padamu, Nak. Ampunilah ibumu ini.

103. LELAKI
Sudahlah. Sedalam apa pun penyesalanmu, tak akan mengubah apa yang telah terjadi. Jangan menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Suka dan duka selalu berpasangan. Dalam sukacita terkandung ancaman menyedihkan. Sebaliknya, di tengah kemelut dukacita bersembunyi pula janji kebahagiaan. Aku menaruh simpati setulus-tulusnya atas semua musibah yang kamu alami. Cobaanmu bagai mimpi buruk yang membuat sukar terjaga dari tidur panjang. Aku ikut berbela sungkawa.

104. WANITA
Anakku!! Kalau saja kamu tak pernah kukandung, tentulah tak ada kengerian yang kamu rasakan. Tak ada nanah busuk yang mengguyur tubuh dan sukmamu. Kasihan kamu, Nak! Ibumu ini memang manusia celaka. Kehidupan tak pernah memihak padaku! Kehadiranku hanya khusus untuk menggerogoti borok-borok kehidupan!! Bahhhhh!!!! Hidup macam apa ini!!! Semua terjadi begitu saja!! Tak boleh memilih. Tak boleh bertanya!! Tak boleh menolak!! Aku ini bagai boneka yang dibuang ke pusat kegelapan!! Teronggok di situ. Kesepian!! Terasing!!! Eahhhh!!!!!

105. LELAKI
Tenangkan dirimu. Tak ada gunanya mengumpati kelahiran. Apa pun bentuknya. Semua akibat pasti ada sebabnya, meskipun kita tak boleh tahu di mana sumbernya. Dalam kesialanmu, kesenangan semu terus saja kamu berhalakan. Tapi kamu tak menyisakan sedikit waktu untuk memburu ketentraman. Itulah masalah utamamu. Padahal, kesenangan yang tidak mengandung ketentraman adalah kesenangan yang paling buruk wajahnya. Sedangkan jika ketentraman sama sekali mengabaikan kesenangan maka boleh disebut ketentraman palsu. Carilah makna dalam hidupmu.

106. WANITA
Sudah kutemukan makna itu. Yakni, hidup harus kukalahkan. Kubebaskan diriku sepenuhnya bagai kuda liar di tengah gurun pasir. Kubebaskan diriku dari belenggu kebebasan yang tak lain berupa keinginan untuk bebas itu sendiri. Aku harus jadi sesuatu seperti yang kumaui. Profesiku sebagai lonthe harus kuterima apa adanya. Harus kuyakini bukan sebagai kesialan, tapi pilihan hidup. Harus kuhayati sepenuh-penuhnya. Kunikmati setuntas-tuntasnya. Inilah sikap moralku. Memang, sebagaimana telur matang dalam rebusan maka manusia dimatangkan oleh penderitaannya. Aku belajar dari penderitaanku. Aku pun akhirnya menemukan kesimpulan yang kuyakini itu. Aku harus menghormati diriku sendiri, apa pun yang kulakukan. Inilah yang bisa membuat aku maju dalam menekuni karierku sebagai kuda tunggangan.

107. LELAKI
Astaga!

108. WANITA
Memang demikianlah kenyataannya. Kesadaran terhadap profesi itulah yang membuatku bisa lepas dari penjara kandang bobrokku. Membuatku berani berontak terhadap cengkeraman dewa baik hati yang pernah menguasaiku. Aku pun berkarier secara freelance. Menjadi budak bagi diri sendiri, sekaligus majikan bagi diri sendiri. Dengan cepat pengalamanku bertambah banyak. Ilmu dagangku maju pesat. Wawasan hidupku pun berkembang seluas-luasnya. Bermacam manusia kutemui, kudekap, dan dan kuisap pengetahuannya. Kuinjak hotel kelas kambing hingga ke kelas ikan paus. Kugasak siswa yang baru lepas SD hingga guru besar perguruan tinggi, buruh kasar hingga pejabat tinggi, orang bego hingga yang kelebihan intelejensi. Aku rakus melebihi tikus kelaparan. Buas segila dan sekejam hutan yang penuh dengan binatang berbisa. Panas sedahsyat lahar Gunung Merapi. Pokoknya maut dan menyeramkan.

109. LELAKI
Kamu sangat sinis menilai dirimu sendiri. Itu cuma sekadar bentuk kefrustrasian yang kamu bungkus dengan kalimat-kalimat mewah. Keyakinanmu itu tak lebih dari tipuan manis untuk menghibur diri sendiri. Jangan mengelak dari kenyataan. Sepahit apa pun. Kembalilah ke fitrah kemanusiaanmu yang asli. Tak perlu malu mengakuinya. Sadarlah!

110. WANITA
Sadar? Kamu memintaku supaya sadar? Ah, permintaanmu itu sama romantisnya dengan permintaan anak SMA kelas I yang keperjakaannya diserahkan kepadaku. Dia tiap minggu kirim surat. Memintaku kembali ke jalan yang benar. Tentu saja tanpa disertai janji akan menikahiku. Memang ada-ada saja para langgananku. Lucu-lucu tapi banyak pula yang bermutu. Seorang mahasiswa demonstran memintaku membaca Undang-Undang Perburuhan, dan meninggali selebaran-selebaran dan buletin-buletin gelap. Seorang penyair terkenal dari Yogya memberiku buku-buku puisi, dan novel karya Tolstoy, Dovstoyevsky, Boris Pasternak, Albert Camus, Yukio Mishima, Jose Rizal, Victor Hugo, William Faulkner, Pramoedya Ananta Toer dan Munawar Syamsuddin. Aku suka sekali novel Lelaki Tua dan Laut tulisan Ernest Hemingway. Di situ kutemukan kalimat paling indah, berbunyi: “Manusia itu dapat dihancurkan. Tapi tak dapat dikalahkan!” Betapa megahnya ungkapan tersebut. Aku juga terpesona oleh puisi Rendra berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta. Juga puisi Wiji Thukul yang berbunyi: “Hanya satu kata: lawan!”. Tentu saja kugilai sekali Persetubuhan Liar-nya Sitok Srengenge, sebab judulnya saja sejalur dengan profesi yang kugeluti. Fantastis! Menghebohkan daya imajinasi seksualku. Lalu seorang dukun yang tak pernah mau membayarku, sebab tarifku dibarter dengan susuk emas yang dipasang di sudut mataku, menyuruhku rajin membaca Suluk Gatholoco dan Darmogandul, serta Zaman Edan gubahan R. Ng. Ranggawarsita. Sementara seorang pengacara tua bangka memberiku kenang-kenangan Kitab KUHP, buku UUD ‘45 , Undang-Undang Anti-Subversi dan buku hebat Tentang Peradilan yang Sesat.

111. LELAKI
Bukan main. Pantas saja cas-cis-cusmu tertata rapi.

112. WANITA
Jadi profesiku menolong memintarkanku, bukan? Inilah bangku sekolahku yang bernama Universitas Kehidupan Fakultas Seni Ranjang jurusan Bebas Hambatan. Kamu mau belajar di sekolahku malam ini?

113. LELAKI
Jangan ngaco kamu!

114. WANITA
Ah, kamu memang orang sholeh. Tetap sama seperti dulu. Kamu selalu serius. Tidak suka melucu seperti para langgananku. Bayangkan, seorang dosen sastra yang kepalanya botak menghadiahiku buku Teori Kesusastraan karya Rene Wellek  & Austin Warren. Untuk apa coba? Buat bekal mengkritik para ketombe yang bermain akrobat di jidatnya yang selebar lapangan basket itu? Edan tenan! Ada lagi seorang rohaniwan yang membayarku sangat mahal hanya agar aku mau mendengarkan khotbahnya. Yang sablengnya melebihi Wiro Sableng juga ada, yaitu pelukis pikun berwajah hantu. Dia memintaku berpose bugil selama berjam-jam. Tapi hasil lukisannya cuma kayak cakar ayam, atau paling-paling ya ruwet simpang siur kayak benang bundet. Yang paling hot adalah dosen seni drama yang spesialisasinya mengenai seni peran. Dia mengajariku mengolah mimik, eh ekspresi wajah maksudku. Tujuannya agar kalau lagi bertugas raut wajahku tampak ekspresif seperti orang sekarat mau mati. Workshop singkatnya itu banyak gunanya. Paling tidak kalau aku lagi ogah-ogahan bisa kumanfaatkan buat ngibuli klienku, yaitu dengan menjerit eksotis pura-pura menggapai klimaks. Dia meminta aku supaya tekun membaca kitab suci Persiapan Seorang Aktor karya Stanislavsky. Katanya, metode akting dramawan Rusia itu akan membuatku sangat intuitif ketika sedang bermain di panggung tempat tidur. Lebih total dalam menyatu dengan peran. Sehingga kenikmatan bermain terhayati semaksimal mungkin. Dengan demikian olahan permainanku jadi menggigit menurut istilah teaternya. Ada lagi seorang taipan muda jago kungfu tapi gemar nangis di pangkuanku. Dia mengajariku jurus-jurus tradisional dari Negeri Tirai Bambu. Supermaut gerakannya berhawa iblis. Membuatku gampang menekuk-nekuk empat atau lima orang lawan berbarengan hingga secepat kilat sempoyongan dan bertekuk lutut hampir semaput. Bahkan ada yang mendekati ajal. Lalu mengaku tobat. Secara kompak meratap-ratap memohon ampun. Tapi aku jarang bermurah hati. Boro-boro mengampuni. Enakan kugasak dan kuhajar lagi saja habis-habisan. Biar modar sekalian!!

115. LELAKI
Sudah! Sudah!!! Jangan diteruskan. Cukup!! Kupingku tak kuat lagi mendengarnya. Gila kamu!!! Begitu bergairahnya kamu merekonstruksikan kesialanmu. Memamerkan semua sisi gelap dari bangunan moralmu! Apa maksudmu?! Mau menghancurkan syaraf-syarafku?! Atau masih kurang perhatian dan rasa belas kasihanku?!!! Perlu tepuk tangan dan tepuk kaki lebih seru?! Atau barangkali ucapan bela sungkawa yang sensasional dan spektakuler?!! Hatiku sudah patah arang, tahu? Atau kamu ingin supaya aku jadi gila seperti kamu?! Keterlaluan!! Naif!!!

116. WANITA
O, kamu terteror oleh tragediku rupanya. Sudah sampai katarsis belum? Perlu lebih didramatisir lagi?

117. LELAKI
Boleh, boleh!! Silakan memperbesar lagi emosimu. Tekan saja gasnya sampai pol. Ayo manjakan dirimu dengan nafsu mendemonstrasikan segala keburaman masa lalu. Tuntaskan. Sepuas-puasmu. Perlihatkan borok-boroknya yang mengalirkan nanah menutupi seluruh permukaan bumi. Lalu berikan tepukan gagap gempita buat dirimu sendiri! Aku akan memejamkan mata. Menyumpal telingaku dengan batu. Jangan memaksaku berbelas kasihan berlebih-lebihan. Di dunia ini bukan kamu saja yang digilas kesialan. Semua orang kena. Semua dapat bagian terbaik. Kesialan itu rejeki tertinggi yang tak dapat dihindari siapapun. Cuma takaran dan cara mendapatkannya saja yang berbeda-beda. Dan berbeda-beda pula setiap orang menyikapinya. Kamu hanya membiarkan dirimu larut dan hanyut dalam arus tenaga negatif. Yang sebagian besar kamu ciptakan sendiri. Kamu sebenarnya punya banyak kesempatan untuk melompat keluar. Tapi tak mau melakukannya. Kamu justru memuja kenikmatan para siluman. Tak mau memperbarui bangunan nasibmu yang hangus terbakar. Lalu buat apa minta dikasihani? Buat apa merintih-rintih sinis berlagak kesakitan? Bagaimana kamu bisa menerima belas kasihan orang lain kalau kamu tak bisa mengasihani diri sendiri?! Kamu tak pernah bisa mencintai orang lain. Bahkan tak punya rasa maaf. Bebal. Hatimu melebihi batu. Nuranimu gelap gulita. Ibu kandungmu yang sudah sekarat pun tidak kamu maafkan. Masih pula kamu hinakan dia. Apa kamu tidak takut durhaka? Apa kamu tidak tahu  surga itu ada di telapak kaki ibu?!

118. WANITA
Bukan!! Tidak pernah kusaksikan ada surga di telapak kaki ibuku. Surgaku ada di telapak kakiku sendiri. Dialah yang justru menciptakan neraka bagi hidupku. Dialah asal muasal yang membuatku terpelanting masuk ke ruang gelap.

119. LELAKI
Bukan saatnya mengusik lagi masalah lama. Dia sudah di ujung kematian. Pulanglah.

120. WANITA
O ya?! Dan kamu menyuruhku bertemu muka dengan lelaki gaek yang pernah membuntingiku dulu? Kamu tidak cemburu kalau nanti suami terbaik ibuku itu merayuku lagi? Bagaimana kalau aku dibuntinginya lagi? Bah!! Kamu tentu tidak membayangkan bagaimana rasa maluku terhadap diri sendiri andai aku pulang ke kampung halaman ibuku. Bertemu lagi dengan lelaki itu. Pura-pura menangisi calon mayat yang dulu pernah menghujat dan mengusirku dengan bengis. Kamu tak bisa menebak kengerianku, bukan?

121. LELAKI
Ya. sangat berat memang.

122. WANITA
Nah! Kamu pun tahu itu. Huh!! Kenapa ibuku tidak membunuh dia seperti yang dilakukannya pada ayah kandungku dulu? Bukankah suaminya yang baru itu sama-sama telah menyeleweng seperti halnya suaminya yang dulu? Bahkan menyeleweng dengan anaknya yang masih bau kencur! Kenapa anaknya tidak dibela dan malahan dihukum tanpa diadili dulu?! Konyol sekali, bukan?

123. LELAKI
Ibumu memang salah. Sikap konyolnya itu akibat traumanya terhadap penderitaan yang ditanggung selama lima tahun di dalam penjara. Wajahnya yang cantik jelita dan tubuhnya yang molek hanya menjadi sumber bencana. Semua orang tergiur padanya. Para sipir dan bahkan kepala penjara memaksanya menjadi piala bergilir. Mula-mula menolak dengan berang. Tetapi setelah disiksa dan diperkosa terus-terusan, akhirnya tanpa daya harus menabung rasa malu dan kepedihan panjang.

124. WANITA
Oh. Begitukah?!

125. LELAKI
Sekeluar dari penjara, ibumu merasa bagaikan binatang hina dina. Tak punya harga diri. Tak berani menatap dunia luas. Seperti kucing terguyur bensin. Pergaulan tampak serba-menakutkan di matanya. Sampai suatu saat muncullah seorang lelaki tampan seusia dengan dirinya. Pelan-pelan sekali lelaki itu mengangkat moral dan semangat hidup ibumu. Kemudian menikahinya. Tak heran kalau ibumu mengagungkan lelaki itu melebihi dewa. Apalagi selama berumah tangga lelaki itu setia luar biasa, dan baik budi melebihi siapapun yang dikenalnya. Sampai akhirnya kamu datang. Peristiwa memalukan denganmu itu pun terjadilah, sebagaimana yang telah kamu tuturkan. Mungkin latar belakang seperti itulah yang membuat ibumu tidak berpihak padamu.

126. WANITA
Boleh juga ceritamu. Sayangnya tetap membuat hatiku tidak perlu merasa trenyuh. Apalagi kalau mengingat ibuku menentang habis-habisan hubunganku dengan dirimu. Sampai mengancam mau membunuhku segala. Padahal alasannya tak pernah dikatakannya secara jelas.

127. LELAKI
Ibumu pasti memiliki pertimbangan tertentu.

128. WANITA
Ya. dia cemburu melihat aku dibahagiakan orang lain. Iri melihat kemesraan kita. Aku dianggap masih bau kencur. Padahal kamulah cinta pertamaku. Ciuman pertama yang kamu berikan dulu masih ada bekasnya hingga sekarang. Juga gigitanmu di leherku, di dadaku, di punggungku, dan di bokongku. Aku tak pernah bisa melupakanmu. Aneh sekali. Kamu selalu melekat dalam pikiranku. Entah kenapa. Sungguh misterius. Setiap kali aku didekap dan dicumbui lelaki, yang kubayangkan hanyalah dirimu. Inilah yang membuatku ingin terus mengulang percumbuan liar dengan siapapun. Dengan begitu aku bisa membayangkan  kehadiranmu seutuhnya. Penyakit jiwa jenis apa ini?! Entahlah!!

129. LELAKI
Oh, kasihan kamu.

130. WANITA
Seandainya dulu kamu berani nekat membawaku lari, pastilah aku tidak menjadi makhluk tak bermoral seperti sekarang ini. Kita lalu bisa kawin lari seperti kisah murahan dalam film nasional. Alangkah romantisnya. Lalu kita punya selusin anak yang manis-manis. Lelaki semua. Bayangkan, selusin anak manis lelaki semua! Nakal-nakal, setiap hari kerjanya hanya mencuri buah mangga milik para tetangga! Melempari langit dengan batu-batu kali!! Indah luar biasa bukan?!!

131. LELAKI
Ya Tuhan. Untunglah hal itu tidak terjadi.

132. WANITA
Kenapa? Kamu tidak pernah menginginkannya?

133. LELAKI
Aku bersyukur karena Tuhan telah mencegahnya.

134. WANITA
Sialan! Kamu tidak pernah mencintaiku?

135. LELAKI
Bukan begitu.

136. WANITA
Lalu?

137. LELAKI
Ada rahasia besar yang menyelimuti hubungan kita. Sangat besar dan mengerikan. Tak pernah kuduga sama sekali.

138. WANITA
Rahasia besar? Apa itu?

139. LELAKI
Aku pun belum lama mengetahuinya. Kakekku yang menceritakan. Berminggu-minggu aku mengalami shock berat.

140. WANITA
Serius sekalikah masalahnya?

141. LELAKI
Benar.

142. WANITA
Cepat katakanlah padaku!

143. LELAKI
Tidak bisa.

144. WANITA
Mengapa?

145. LELAKI
Kamu tak akan kuat mendengarnya.

146. WANITA
Jangan menganggapku seperti anak kecil. Rambut ketiakku sudah lebih satu meter panjangnya. Katakanlah, jangan bertele-tele begitu. Aku siap mendengar apa pun.

147. LELAKI
Aku tak ingin memberimu beban lebih berat lagi.

148. WANITA
Ah, kamu!! Ada apa sih?!

149. LELAKI
Ini terlampau peka. Aku tak ingin mengatakannya sekarang.

150. WANITA
Terus kapan?

151. LELAKI
Sesudah kamu menjenguk ibumu di kampung halaman.

152. WANITA
Kampret!! Kukira serius beneran. Sialan kamu! Kamu pikir aku ini bocah ingusan yang gampang diiming-imingi mainan abstrak? Kampungan sekali caramu menjebakku. Kayak tipuan orang pandir saja. Jangan memperlakukan aku kayak gitu. Dagelanmu tidak lucu, tahu?! Murahan dan norak!! Sudah kukatakan, aku tidak akan jatuh kasihan pada wanita itu. Aku tak akan menengoknya. Jelas?!

153. LELAKI
Semua dugaanmu meleset. Salah total.

154. WANITA
Maksudmu?

155. LELAKI
Aku benar-benar serius. Tidak bergurau. Apalagi menjebak. Baiklah, kalau kamu memaksaku mengatakannya sekarang. Tapi aku tetap berharap kamu masih dapat mengubah keputusanmu. Paling tidak demi aku. Aku mohon!

156. WANITA
Ya. okelah. Akan kupertimbangkan. Sekarang katakan rahasia besar yang kamu maksudkan itu.

157. LELAKI
Langsung saja ke masalah pokok. Kamu ingat pembantu rumah tangga yang diajak selingkuh ayah kandungmu? Sampai ketika kepergok ibumu lalu ayahmu dihujani tikaman pisau dapur bertubi-tubi? Kamu tak mungkin bisa melupakan cerita itu, bukan?!

158. WANITA
Apa maksudmu?

159. LELAKI
Meski pembantu rumah tangga itu kena tikam pula, tapi selamat. Dia hamil akibat perselingkuhan itu. Tapi sewaktu melahirkan jiwanya tidak tertolong. Mati kehabisan darah!

160. WANITA
Syukurlah. Dia pantas mendapatkan hukuman itu.

161. LELAKI
Memang betul. Tapi bayinya selamat. Akulah anak yatim itu.

162. WANITA
Apa? Kamu?!

163. LELAKI
Ya. aku adalah saudaramu sendiri. Tepatnya adikmu. Ayah kita sama. Bedanya, kamu lahir dari perkawinan yang sah. Sementara aku hanya akibat perselingkuhan! Anak jadah!!!

164. WANITA
Bukan main. Fantastis sekali. Makin sempurna saja kisahku untuk dijadikan novel picisan atau sandiwara murahan. Sangat cocok kalau diberi judul Catatan Harian Seorang Lonthe! Ha ha ha... dahsyat nian! Edan! Bangsat!!! Phuasaaahhh!!!!! Hidup macam apa hidupku ini?!! Duh, Gusti....!!!!

165. LELAKI
Sudahlah. Tenangkan perasaanmu. Semua yang telah rusak harus diperbaiki bersama. Berkemaslah. Ibumu sudah lama menunggu. Lebih lima orang diutus kemari untuk memintamu pulang. Semua kembali dengan tangan hampa. Akhirnya aku yang diminta menjemputmu. Di tengah sakitnya yang berkepanjangan, ibumu telah menerimaku layaknya anak sendiri. Dia pun telah memaafkan segala kesalahan yang diperbuat almarhumah ibu kandungku dan almarhum ayahanda. Dia juga telah meminta maaf, agar dia bisa mati tenang.

166. WANITA
Haruskah aku berangkat?

167. LELAKI
Tak ada pilihan lain. Itulah yang terbaik. Ayo, berkemaslah. Menunggu apa lagi? Ehh, ini ada telegram tergeletak di bawah meja. Dari siapa? Sudah dibuka belum?

168. WANITA
O, itu sudah tiga hari lalu. Pembantuku yang menerima dan ditaruh di meja. Aku lupa membacanya. Paling-paling dari langganan setia. Seorang pengarang sandiwara yang gagal tapi sukses sebagai pedagang barang-barang rongsokan. Namanya Sri Harjanto Sahid, asli Sragen. Hanya dia seorang yang suka main telegram-telegraman. Tolong kamu buka dan bacakan!

169. LELAKI
Astaga!! Ini dari pamanmu di kampung halamn. Isi beritanya: Harap secepatnya datang. Ibumu meninggal dunia tadi pagi pukul 05.30 WIB. Pemakamannya kami tunda sampai besok siang pukul 14.00 WIB, menunggu kedatanganmu. Ahh! Kita terlambat!!


Yogyakarta, 21 Agustus 1996

No comments:

Post a Comment