(Drama) Sri Harjanto Sahid - PERKAWINAN DI UJUNG TANDUK

PERKAWINAN DI UJUNG TANDUK

Drama: Sri Harjanto Sahid


Panggung menggambarkan sebuah ruang keluarga yang apik. Tataannya asri, minimalis dan artistik. Seorang kakek tengah asyik menyanyikan sebuah lagu tentang cinta, penuh penghayatan meski suaranya sembEr dan blero. Tiba-tiba muncul seorang nenek membawa nampan berisi secangkir kopi.


001.NENEK
Nyanyianmu  tadi bagus sekali, Kanda. Sungguh romantis. Menggetarkan tembok dan lantai. Membuat jantungku berdetak lebih keras. Seperti digedor tamu tak diundang. Meski suaramu cempreng, kayak bunyi kaleng dibanting-banting, tapi penghayatanmu total. Utuh dan bulat seperti bola basket. Penyakit cintamu kumat ya? Ayo, ulangilah sepuluh kali lagi. Aku senang mendengarnya.

002. KAKEK
Malas, ah!

003.NENEK
Kenapa, Sayang?

004.KAKEK
Suasana hatiku sudah rusak. Tiba-tiba!

005.NENEK
Kok bisa?

006.KAKEK
Engkaulah yang mengacaukannya. Nyelonong tanpa timing yang tepat. Merusak situasi dramatik yang sudah kubangun. Hatiku jadi kagol, Dinda.

007.NENEK
Lho, bukankah engkau menyanyi untuk memuja diriku?

008.KAKEK
Siapa bilang? Ge Er!

009.NENEK
Aneh. Lalu buat siapa dong?

010.KAKEK
Ya, buat...

011.NENEK
Buat siapa, hayo?!

012.KAKEK
Ada deh. Rahasia.

013.NENEK
Engkau sudah bosan padaku, Kanda?

014.KAKEK
Terus terang saja, iya!

015.NENEK
Aku sudah tidak menggairahkanmu?

016.KAKEK
 Memuakkan malah!

017.NENEK
Jangan bergurau, ah. Ini kopinya. Diminum dulu. Nanti keburu dingin. Lalu kagol lagi. Makin lama kok makin manja.

018.KAKEK
Lho, kok asin rasanya?!

019.NENEK
Aduh, lupa lagi! Kukira tadi gula, ternyata garam. Mudah-mudahan bukan garam inggris!

020.KAKEK
Sialan kau Dinda. Lupa kok terus-terusan. Hampir tiap pagi dan malam. Siang saja yang tak pernah lupa, karena engkau memang tak pernah membuatkan kopi pada siang hari. Kalau kuhitung sudah lebih sembilan ratus kali engkau keliru dalam sebulan ini. Gula keliru garam. Kemarin keliru Ajinomoto. Kemarinnya lagi gula batu keliru kaporit, untung bukan apotas. Minta topi dikasih sepatu. Sarung ajaib alias kondom keliru karung goni. Mengambilkan kacamata keliru beha. Minta cium pipi diberi bakmi. Dasar pikun!

021.NENEK
Apa kaubilang? Pikun? Dasar plin-plan! Tadi malam kau baru mengatakan aku masih segar seperti bunga mawar yang sedang mekar. Mekar apanya, tanyaku. Kaujawab, yang mekar semangat hidupku.

022.KAKEK
Ya, tadi malam kau memang mekar. Sekarang tidak lagi. Sudah balik menguncup. Lalu rontok. Lihat tuh! Rontokannya pada bertebaran di lantai!!

023.NENEK
Apa sih maumu, Kanda?

024.KAKEK
Mauku ya, anu!

025.NENEK
Anu apa?

026.KAKEK
Anu ya anu!

027.NENEK
Terus terang saja. Jangan malu.

028.KAKEK
Ngapain malu!

029.NENEK
Bilang yang jelas.


030.KAKEK
Aku ingin anu...

031.NENEK
Anu apa sih?

032.KAKEK
Cerai!!

033.NENEK
Huss! Baru kawin tiga bulan kok minta cerai. Belum pantas. Nanti saja kalau sudah setengah tahun, lumayan pantas.

034.KAKEK
Kok pakai pantas-pantasan segala?!

035.NENEK
Lho, kita kan tidak hidup di hutan. Tidak pula di kebun binatang. Tapi di tengah masyarakat beradab.

036.KAKEK
Engkau ini lucu amat.

037.NENEK
Lucu amat bagaimana?

038.KAKEK
Dulu sewaktu kawin tak pernah ngomong soal pantas dan tidak pantas. Sekarang kok dipersoalkan. Dulu kita kawin nekat. Main seruduk seperti truk tanpa sopir. Tak peduli 13 orang  anakmu dan 46 orang cucumu menentang. Aku pun tak ambil pusing pada kecaman 27 orang anakku dan 89 orang cucuku. Kita jalan saja lenggang kangkung. Yang penting kita bahagia. Para tetangga menertawakan juga tidak kita gubris. Mereka menganggap usia kita yang masing-masing hampir 75 tahun tak lagi layak jadi pengantin. Pikiran goblok dan kuno itu. Cinta itu membuat orang tak bisa tua. Urat-urat dan otot-otot tetap kencang karena terus-menerus diaktifkan. Pokoknya, orang yang selalu jatuh cinta setiap saat berhak muda terus sampai maut menjemput. Hanya orang yang otaknya cuma seupil dan perasaannya kasar seperti ampelas sajalah yang mengharamkan percintaan pada usia senja. Orang seperti itu segera dimakan cacing di liang kubur. Justru ketika badan sudah karatan dan masuk pada kategori bangkotan, kita baru dapat menapaki puncak keindahan paling agung dalam percintaan.

039.NENEK
Tepat sekali, Kanda. Prinsip hebat itu harus dipublikasikan seluas mungkin. Lewat surat kabar, surat kaleng, surat gadai, radio, telegram dan televisi pendidikan. Kalau perlu bikin jutaan poster dan dipasang di sembarang tempat. Di panti jompo, panti pijat, halte bus kota, rumah makan, WC umum hingga WC tidak umum. Masyarakat harus diberitahu supaya matanya terbuka. Bahwa masalah percintaan dalam pembangunan bangsa lebih penting artinya daripada masalah teknologi dan pertanian serta kebudayaan. Sebab permainanan cinta adalah poros dari segala peradaban manusia. Harus diprioritaskan dalam menyusun GBHN dan Repelita. Kemajuan pembangunan negara tanpa kehidupan cinta yang sehat di setiap tempat tidur sungguh merupakan tragedi mengerikan. Ah, masyarakat memang merupakan makhluk raksasa yang selalu bangun terlambat!

040.KAKEK
Pemikiranmu itu lumayan cerdas, Dinda.

041.NENEK
Suamiku yang nomor 7 dulu yang mengajarkannya. Dia memang ahli filsafat cinta. Otaknya jenius dan jiwanya hangat-hangat tahi ayam. Di antara semua lelaki yang mengawiniku, dia itulah yang paling mengerti tentang makna percintaan meskipun bukan yang paling hebat dalam bercinta.

042.KAKEK
Lalu siapa yang paling hebat dalam bercinta?

043
Suamiku yang pertama.

044.KAKEK
Sialan kau, Dinda. Kenapa engkau tidak mengatakan aku yang paling hebat dalam bercinta? Bukankah aku sudah minum jamu pasak bumi dan obat kuat Kuku Bima setiap pagi dan sore?!

045.NENEK
Bantinganmu agak sedikit lumayan, Kanda. Tapi masih jauh di bawah suamiku yang pertama dulu. Dibandingkan dengan suamiku yang nomor 16 saja engkau masih keok. Padahal dia tak pernah minum jamu atau obat kuat aneh-aneh, baik yang tradisional maupun produk teknologi canggih. Dia polosan doang. Lugu. Dan dia ini yang terlemah di antara semua mantan suamiku. Tapi ternyata masih di atas angin dibandingkan dirimu, Kanda. Ah, aku memang sial. Grafik prestasiku dalam perburuan suami makin lama makin menurun kualitasnya. Suami pertama dahsyat dan maut. Kedua kurang lher. Ketiga gertakannya doang yang mengejutkan, sesudahnya biasa-biasa saja. Begitulah seterusnya, hingga yang terakhir ini yang nomor 17 aku rasakan paling rendah mutunya. Daya tahannya memprihatinkan. Ringkih. Mengundang rasa belas kasihan. Lemesan. Ihh, geli!!

046.KAKEK
Jangkrik!! Engkau masih mengecilkan aku padahal aku sudah begini besar. Bangkotan seperti kodok bangkong begini! Nah, lalu kenapa engkau bercerai dengan suamimu yang pertama kalau dia kau anggap yang paling top?

047.NENEK
Kekuatannyalah penyebabnya. Amit-amit!!

048.KAKEK
Kenapa sih?

049.NENEK
Ganasnya melebihi Mike Tyson. Begitu dihantam sekali saja aku langsung K.O. Aku jadi malu sesudahnya. Serem sekali meski aku selalu ingin mengulangi di-K.O. lagi.

050.KAKEK
Nah, tahu rasa kau!

051.NENEK
Engkau malahan bersorak begitu, Kanda?! Kenapa? Engkau senang kalau aku menderita? Bukankah di-K.O. itu tidak enak? Sepuluh hari terakhir ini engkau selalu ku-K.O. Bahkan belum sampai sekali hantam. Baru setengah hantam sudah K.O. Keterlaluan!! Aku sampai pusing berpusing-pusing seratus ribu keliling. Oh, dasar nasib. Kenapa grafik prestasimu terus menurun padahal semangat tempurku terus meninggi?!

052.KAKEK
Kampret! Ketahuilah, sebenarnya aku tak pernah K.O.

053.NENEK
Lho, buktinya kan begitu?!

054. KAKEK
Itu aku hanya pura-pura K.O. Bukan K.O!

055. NENEK
Kok bisa?

056.KAKEK
Kenapa tidak bisa? Itu soal gampang. Tinggal akting sedikit saja beres. Aku kan bekas The Best Aktor Tingkat Nasional. Akting pura-pura K.O itu hanya masalah sepele. Tidak pakai inner pun jalan. Tidak perlu susah-susah melibatkan metode Stanislavsky!

057.NENEK
Trondolo! Kenapa hal itu engkau lakukan, Kanda?

058.KAKEK
Karena aku sudah tak punya imajinasi denganmu.

059.NENEK
Jadi karena itu engkau ingin bercerai?

060.KAKEK
Tepat sekali.

061.NENEK
Kenapa imajinasi eksotikmu macet terhadapku?

062.KAKEK
Karena engkau miskin variasi. Lurus melulu seperti jalan tol. Monoton, terlalu sedikit irama. Tapi bising terus.

063.NENEK
Itu kan cuma soal teknis penghayatan hidup. Bisa diperbaiki sambil jalan. Alasan lain?

064.KAKEK
Karena aku sedang jatuh cinta.

065.NENEK
Terhadapku?

066.KAKEK
O, dungu!! Tentu saja bukan. Engkau sudah tak ada rasanya apa-apa, Dinda. Hambar, seperti udara tanpa polusi obat nyamuk. Puih, tak ada sesuatu pun. Kosong melompong. Tak memberi inspirasi dan dorongan hidup. Ibarat musik engkau bagai tak memiliki tangga nada. Ibarat lukisan engkau bagai tidak bergaris dan berwarna. Dan ibarat kasur engkau adalah kasur bodol, yang hanya memberi mimpi buruk. Ibarat ayam babon, engkau sudah terlalu senior dan sudah lupa tentang bagaimana cara bertelur. Engkaulah kentut tanpa bau. Kentut tanpa bau adalah kentut yang terburuk, sebab tak punya identitas. Pokoknya, aku sudah tidak tertarik lagi kepadamu, Dinda!

067.NENEK
Lalu terhadap siapa engkau jatuh cinta kalau bukan kepada diriku ini, Kanda? Ayo, katakan! Biar kumakan dia nanti!!

068.KAKEK
Orangnya imut-imut.

069.NENEK
Namanya?

070.KAKEK
Ciceu.

071.NENEK
Cecak?

072.KAKEK
Bukan. Ciceu Yunarwulan Arianty! Indah bukan namanya? Tapi orangnya lebih indah lagi meskipun giginya ompong persis di tengah. Senyumnya jadi mahal harganya. Anti tertawa.

073.NENEK
O, anaknya Pak Bagong penjual sate jamu itu?

074.KAKEK
Tepat! Dia juga keponakan Pak Semar penjual burung merangkap tukang tambal ban sepeda dan Pak Gareng tukang menguras tinja serta Pak Petruk tukang menggali lubang kubur.

075.NENEK
Anak itu kan baru lulus SD.

076.KAKEK
Memang.

077.NENEK
Dia pantas jadi cicit, cucut, atau cecetmu.

078.KAKEK
Itulah hebatnya!

079.NENEK
Hebat?

080.KAKEK
Ya. Pasti masih perawan tulen. Belum pernah melompati tiang bendera. Pintu rumahnya belum dilewati naga tanpa jengger. Pokoknya tak perlu minum jamu sari rapet setetes pun.

081. NENEK
Terang saja. Baru lulus SD! Masih keluar ingus. Masih di bawah standar minimal usianya. Jadi belum boleh diapa-apain. Kalau nekat, kriminalitas namanya. Kebrutalan kebudayaan itu.

082. KAKEK
Siapa yang mau mengapa-ngapain dirinya? Sialan engkau, Dinda. Dasar wong edan. Menuduh yang bukan-bukan. Aku hanya akan memperistrinya tanpa mengapa-ngapain dirinya. Kutunggu dulu sampai dewasa, dong!

083. NENEK
Wah, belum sampai dia dewasa mungkin engkau sudah modar duluan, Kanda. Modar membawa penyesalan abadi.

084. KAKEK
Apa engkau menginginkan aku cepat modar, Dinda?

085. NENEK
Terus terang saja, iya.

086. KAKEK
Kurang ajar engkau, Dinda! Jahat sekali engkau. Awas!! Kuhajar bokongmu dengan gagang sapu ini. Ayo ke sini. Cepat!! Nah, rasakan ini. Sakit tidak?! Nah, lagi. Lagi. Ini hadiah terbaik untuk kesembronoan ucapanmu. Dasar wong edan. Nih! Enak bukan? Sialan. Hih! Hiiihhh!! Biar kapok engkau, Dinda!!

087. NENEK
Aduh! Ampun, Kanda. Ampuni Dinda, Kanda!!

088. KAKEK
Ayo, nungging!

089. NENEK
Jangan,  Kanda. Malu kalau harus pakai nungging-nungging segala. Tiduk usah neko-neko, Kanda. Ampun, Kanda!!

090. KAKEK
Jangan lari engkau, Dinda. Ayo, nungging ke sini. Cepat! Eeee, malahan menjauh. Kukejar engkau, Dinda. Sampai ke ujung dunia pun tetap kukejar engkau. Ke ujung langit juga. Apalagi cuma di kolong meja. Ngumpet di balik baju dan celana. Dan kugigit tulang ekormu kalau berhasil kutangkap. Kugigit!! Sampai rompal gigiku!!! Mau lari kemana engkau?!

091. NENEK
Ampun, Kanda. Sadar! Sadarlah!

092. KAKEK
Mau menyimpan ekor kemana engkau?!

093. NENEK
Dinda takut, Kanda. Maafkan Dinda, Kanda!

094. KAKEK
Emoh!! Tiada maaf bagimu. Tak ada maaf-maafan sebelum kugigit tulang ekormu. Engkau memang terlalu liar seperti kuda hutan. Tak tahu adat! Tak pernah makan universitas! Aku sudah kawin resmi 23 kali. Yang tidak resmi, tidak legal alias kawin gelap bin tidak sah di mata undang-undang sudah lebih 50 kali. Pengalamanku bergunung-gunung dalam soal kawin-kawinan. Tak satu pun di antara semua perempuan yang kukawini berani berlaku kurang ajar seperti engkau ini, Dinda. Berani-beraninya mengharapkan agar suaminya cepat modar. Keterlaluan engkau, Dinda. Ketahuilah, aku sangat alergi terhadap kematian. Aku takut mati, Dinda. Takut!! Dosa-dosaku sangat banyak. Belum sempat aku menebusnya dalam menjalani sisa-sisa hidupku ini. Malahan kurasakan makin tua aku makin ugal-ugalan. Makin tak bisa tahan melihat sepasang bola mata yang indah dan tubuh wanita yang menggeletar. Makin jauh dari kebijaksanaan dan kerendahan hati. Makin malas melakukan meditasi, kontemplasi, introspeksi, yoga dan berdoa kecuali kalau kepepet. Makin tak bisa menahan diri untuk tidak melakukan kecurangan-kecurangan, kebohongan-kebohongan, dan segala hal yang memusuhi Tuhan. Aku takut digelandang Malaikat Mikail ke neraka. Dibenamkan dalam lumpur api campur mani gajah. Ditusuk dengan lonjoran besi panas dari lubang pantat hingga tembus di puncak kepala lalu dibikin sate tanpa lontong. Alangkah mengerikannya. Aku harus melawan kematian. Aku bersembunyi terus-menerus dalam dekapan para wanita agar aku lolos dari kejaran ketakutan terhadap kematian. Cinta seorang wanita itu dapat membuat seorang lelaki lupa terhadap kematian. Atau meski sadar akan mati juga, tapi cinta seorang wanita akan membuat seorang lelaki bisa hidup seolah-olah tak akan pernah mati sama sekali. Cintalah yang membuat hidup menjadi abadi. Karena itu aku kawin terus-menerus. Agar aku selalu bergelimang cinta. Mandi madu sepanjang waktu. Bahkan, dulu aku pernah jadi pengantin sehari dua kali dengan gadis lain-lain desa. Besok paginya langsung menikah lagi dengan seorang janda tua bangka kaya raya lain desa, untunglah malamnya begitu kusikat di ranjang langsung mati jantungan. Ya Allah warisannya sungguh banyak banget. Pernah pula aku menikahi tiga orang kakak-beradik secara serempak, berbarengan, semuanya janda yang baru kehilangan mahkota. Untuk apa semua itu kulakukan?  Kenikmatan badan belaka? Bukan! Lalu? Supaya aku  panjang umur! Kini, engkau malahan mengharapkan aku modar. Dasar  wong edan! Engkau seharusnya  merasa beruntung dikawini lelaki ganteng seperti aku ini, Dinda. Engkau telah kejatuhan rembulan di pangkuanmu. Tak seharusnya otakmu terbalik-balik. Nenek sialan. Tidak artistik! Awas, mau kabur kemana engkau?! Ayo, nungging ke sini!!

095. NENEK
Tidak! Hentikan langkahmu! Jangan engkau kejar aku lagi, Kanda. Stop semua kekasaranmu!

096. KAKEK
Mau apa kau?

097. NENEK
Aku akan melawanmu. Menghadapimu secara jantan, ehh… secara betina maksudku. Sudah bukan zamannya lagi wanita di bawah pria, ehh… dijajah pria maksudku. Seluruh wanita di dunia harus bangkit melawan dominasi kaum pria. Bukan dengan senjata air mata atau daging enam ons yang menggelantung di sebalik punggung. Tapi dengan daya hidup dan daya mati, otot, otak dan taktik. Hentikan kekerasan terhadap wanita! Jangan lecehkan kehormatan wanita!! Kehormatan wanita harus dihormati dengun penuh rasa hormat. Sehormat-hormatnya dan bukan hormat-hormatan!!

098. KAKEK
Engkau serius, Dinda?

099. NENEK
Tentu saja. Lihat apa yang kupegang? Tongkat! Aku menantangmu secara ksatria. Bukan hanya laki-laki saja yang bisa main anggar. Perempuan juga bisa. Bukankah aku dulu merupakan atlet anggar terkemuka di negeri ini? Ayo maju! Biar kugebuk jidatmu sampai benjol-benjol. Lekas tua bangka! Acungkan tongkatmu! Acungkan!!! Kenapa pringas-pringis? Takut?! Makanya jangan menganggap enteng perempuan. Tanpa perempuan, seluruh laki-laki di muka bumi bisa gila. Hidup sia-sia. Impoten semuanya!! Kalau seorang perempuan saja sudah marah, seluruh isi dunia ini bisa dijungkirbalikkan seenaknya. Tahu?! Perempuanlah yang membuat jagat ini bisa berputar secara harmonis. Membuat kehidupan bisa berkembang, sebab hanya perempuanlah yang beranak pinak. Laki-laki hanya bisa beol doang! Perempuanlah yang sebenarnya menggenggam jagat raya ini di telapak tangannya. Di telapak kakinya terhampar surga. Di telapak tangannya tergelar segala yang fana. Di dalam mulutnya tersimpan roh keabadian. Di dalam perutnya tersimpan... apa ya? Angin!! Cepat kemari. Nungging!! Biar kusogok bokongmu, Kanda! Ayo, nungging!!!

100.KAKEK
Emoh! Jangan macem-macem engkau, Dinda. Engkaulah yang wajib nungging. Bukan aku!! Tak usah mengingkari kodrat. Sehebat apa pun perempuan, tempatnya tetap harus di bawah laki-laki. Para lelakilah yang mengendarai dunia. Sedangkan para perempuan hanya boleh menyangga dunia. Ini kodrat! Kodrat sekodrat-kodratnya!

101. NENEK
Kodrat, kodrat. Kodratnya  embahmu!! Mitos semacam itu sengaja diciptakan oleh para lelaki sejak abad mulai berputar dari kanan ke kiri. Dengan dogma-dogma konyol di dalam kebudayaan yang juga konyol. Dibikin secara konyol, oleh manusia konyol, untuk kepentingan manusia konyol pula. Semua itu harus dibongkar. Diluruskan! Sebab ini ketidakadilan hidup dan kesesatan pikir yang mengotori sejarah. Penghinaan terhadap kemanusiaan. Lelaki dan perempuan harus berdiri sama tidak tinggi dan duduk sama tidak rendah. Berdampingan sebagai partner. Posisi diatur sesuai kualitas manusianya. Jadi perempuan pun berhak memerintah dunia. Menunggangi dan bukan menyangga. Berhak jadi presiden! Berhak jadi kepala rumah tangga sementara suami yang mengurus dapur. Berhak jadi hidung belang sementara lelaki jadi tunasusilanya. Kampret! Sungguh kebudayaan kampret!! Emansipasi digembar-gemborkan telah sukses dilaksanakan, padahal di antara 100 orang menteri yang duduk di kabinet hanya terdapat 2 orang menteri berkelamin perempuan. Mana gubernur perempuannya? Mana?! Paling banter hanya lurah atau camat. Itu pun beberapa gelintir doang. Di pedesaan lagi. Koruptor perempuan pun langka. Bidang profesi yang terbuka lebar hanya PRT, TKW, WTS, STW, pramuniaga dan ledhek. Kayak begitu kok dibilang sukses mengembangkan emansipasi. Prek!! Para wanita harus bangkit menolong dirinya sendiri. Melindungi diri sendiri! Membangun kemegahannya sendiri!! Dominasi lelaki harus diperangi sampai ke buntut-buntutnya!!!

102. KAKEK
Eh, Dinda! Engkau ini marah-marah kepada siapa?

103. NENEK
Marah kepada diri sendiri! Marah kepada semua makhluk yang berkelamin betina. Marah kepada kaumku yang membanggakan kecengengan sebagai jimat andalan. Terutama aku marah kepada seluruh laki-laki di dunia, yang menciptakan dan mempertahankan mitos palsu mengenai kodrat jadi-jadian. Kodrat bahwa wanita harus bersedia ditunggangi laki-laki! Jahanam!!

104. KAKEK
Tapi teriakanmu menjurus ke arah pidato politik, Dinda. Di negeri berlantai dan bertiang kokoh tapi dindingnya bolong-bolong dan atapnya bocor-bocor ini, yang mengaku sangat demokratis ini, ngomong soal politik sangat dibatasi. Jangan terlalu bebas kalau berpendapat. Bahaya! Diatur dong, dirapikan kalimatnya. Dasar wong edan. Kalau ada polisi memata-matai engkau bisa ditangkap! Digebuki sambil diinterogasi!

105. NENEK
Apa ada polisi di dunia ini yang berani menangkap seorang wanita karismatik yang sedang marah? Ada?! Aku bertanya kepadamu, hai lelaki tua bangka tidak tampan! Tidak ada bukan? Ingat, hanya dengan satu orang wanita yang sedang marah saja maka seluruh isi dunia ini dapat dijungkirbalikkan!! Kiamat!!! Wanita itu bisa lembut melebihi beledu, tapi juga bisa supergalak melebihi Raja Hantu. Bisa sangat indah dan menggairahkan, tapi bisa juga mendadak menjelma menjadi monster busuk yang sangat menjijikkan!

106. KAKEK
Sudah, sudah, sudah. Sadarlah,  Dinda! Sadarlah!!

107. NENEK
Sadar! Sadar! Memangnya aku baru pingsan, kok diteriaki supaya sadar?! Dasar wong edan! Engkau keder bukan kalau melihat wanita cantik sedang marah?!

108. KAKEK
Lebih keder lagi kalau melihat wanita jelek sedang senewen. Kepingin ngompol rasanya.

109. NENEK
Syukurlah aku bukan wanita jelek!

110. KAKEK
Engkau memang tidak jelek tapi juga tidak cantik sedikit pun. Malaikat dan setan diaduk jadi satu.

111. NENEK
Untunglah, aku hafal karaktermu. Engkau selalu memuji dengan cara mengejek. Itulah kesombongan seorang playboy yang baru setengah matang. Taktiknya gampang dibaca.

112. KAKEK
Jangkrik! Dasar wong edan!! Nah, kalau kepalamu sudah tidak terpanggang emosi, mari kita kembali membicarakan masalah perceraian. Aku tidak peduli kita baru menikah tiga bulan. Tak peduli pantas atau tidak pantas. Pokoknya engkau benar-benar sudah tidak merangsang bagiku. Lebih baik tidur sama kucing. Imajinasiku buntu. Daya ciptaku menguap ke udara seperti obat nyamuk terbakar. Aku jenuh. Monoton! Sayur asem terus!!!

113. NENEK
Engkau serius, Kanda?

114. KAKEK
Ya.

115. NENEK
Kalau begitu, baiklah.

116. KAKEK
Apa? Baiklah?

117. NENEK
Ya.

118. KAKEK
Engkau begitu enteng mengucapkan “baiklah”. Kenapa?

119. NENEK
Ini sebenarnya satu kebetulan yang kutunggu-tunggu.

120. KAKEK
Kebetulan?

121. NENEK
Tepat. Aku pun sudah bosan padamu, Kanda.

122. KAKEK
Bosan?

123. NENEK
Mahabosan!

124. KAKEK
Alasannya?

125. NENEK
Aku bosan terus-menerus meng-K.O. dirimu.

126. KAKEK
Itu aku hanya pura-pura K.O. Sungguh!

127. NENEK
Omong kosong.

128. KAKEK
Masa hanya karena itu?

129. NENEK
Tidak. Ada lagi sebab yang lebih esensial.

130. KAKEK
Apa itu, Dinda?

131. NENEK
Aku sedang jatuh cinta.

132. KAKEK
Kepadaku?

133. NENEK
O, dungu! Tentu saja bukan. Engkau sudah tidak ada rasanya apa-apa, Kanda. Datar, seperti drama tanpa progresi. Ibarat tongkat engkau adalah tongkat karet yang sudah lembek dan tidak bisa dipakai memukul bulus. Ibarat rokok sudah apek yang tidak enak diisap. Ibarat kasur engkau adalah kasur busa yang basah kuyup tercelup air es. Yang hanya memberi mimpi tentang gagalnya sebuah peristiwa pemerkosaan. Engkaulah ular kekenyangan sehingga malas bergerak-gerak. Masa depanmu terkubur masa silammu. Buku harianmu cuma berisi nama dan alamat. Tak ada harapan terselip. Ibarat suasana engkau adalah kesunyian tanpa makna. Engkau fosil yang belum pernah dipendam. Sambel pecel tanpa lombok. Apalagi? Prek!!! Pokoknya, aku sudah tidak tertarik lagi kepadamu, Kanda!

134. KAKEK
Lalu terhadap siapa engkau jatuh cinta kalau bukan kepada diriku ini, Dinda? Ayo katakan! Biar kumakan dia nanti!!

135. NENEK
Ah, rahasia.

136. KAKEK
Katakan!

137. NENEK
Ogah!

138. KAKEK
Kalau tidak mau mengatakan, aku tidak akan jadi menceraikan dirimu, Dinda. Katakan, Sayang! Tidak apa-apa kok!!

139. NENEK
Orangnya imut-imut.

140. KAKEK
Namanya?

141. NENEK
Menthol.

142. KAKEK
Penthol?

143. NENEK
Bukan. Thol-nya saja yang benar. Depannya salah! Dengarkan baik-baik, M-E-N-T-H-O-L. Menthol!!  Nama yang eksotik bukan? Tapi orangnya lebih eksotik lagi meskipun buah pantatnya besar sebelah.

144. KAKEK
O, Menthol anaknya Pak Hartoyo penjual berita-berita bohong itu? Keponakannya Pak Suharto dan Pak Sukarno?

145. NENEK
Bukan. Tapi Menthol anaknya Pak Emha Suryadi Landung Moortri Sadhono Ebenuchaeri Untung Basuki Aryo Sahid Darto Azwar Suharno Simatupang. Penjual ilmu seni peran yang jarang laku itu. Sekarang sibuk ngobyek jadi makelar artis figuran.

146. KAKEK
Edan engkau, Dinda!!

147. NENEK
Kenapa sewot?

148. KAKEK
Dia itu kan cucuku tercinta! SLTA saja belum tamat. Dasar genderuwo manja. Bebek genit! Nenek girang! Pensiunan orang waras! Engkau sudah menggoda cucuku tercinta itu, ya? Sampai seberapa jauh? Berapa dalam?

149. NENEK
Bukan aku yang menggoda. Dia duluan yang menggoda-goda diriku. Rayuannya maut lho! Strateginya jitu kok. Rangkaian jurus yang digunakannya sama persis dengan rangkaian jurus yang biasa kau mainkan. Jadi jangan menyalahkan diriku ini, dong. Maklum kan kalau wanita cantik itu menggoyahkan konsentrasi siapapun?! Nih, pipi kiriku pernah diciumnya. Main seruduk seperti banteng memburu matador. Dan leherku pernah di...

150. KAKEK
Bajindul! Itu tidak pantas tahu?!

151. NENEK
Aku tidak peduli pantas atau tidak pantas. Yang penting bahagia. Titik!! Jangan dikira hanya lelaki saja yang bisa main gila. Perempuan kalau diajak gila bisa lebih gila lagi. Dunia bisa menangis terpingkal-pingkal sampai kehabisan airmata kalau melihat perempuan gila karena dendam asmara. Kunasihati, jangan sekali-sekali mencoba mengajak berperang perempuan cerdas dan jelita, sebab para dewa pun tak bakalan mampu mengalahkannya.

152. KAKEK
Duh, Gusti!!! Dasar wong edan!!

153. NENEK
Engkau sendiri yang wong edan!!

154. KAKEK
Duh, Gusti! Kenapa hamba-Mu ini kawin dengan wong edan?

155. NENEK
Kenapa hamba-Mu ini juga kawin dengan wong edan, Gusti?

156. KAKEK
Ah! Prek!! Keinginanku bercerai aku batalkan!

157. NENEK
Batal?

158. KAKEK
Batal!

159. NENEK
Kok mendadak berubah?

160. KAKEK
Tidak boleh?

161. NENEK
Aku sudah telanjur ngebet bercerai.

162. KAKEK
Emoh! Aku emoh, Dinda!

163. NENEK
Sebabnya?

164. KAKEK
Supaya engkau tidak dimiliki orang lain. Aku bisa cemburu berat nanti. Penyakit jantungku bisa kumat. Paru-paruku mretheli. Udelku melompat ke mana-mana. Aku takut mati, Dinda. Apalagi kalau cucuku yang memperistri dirimu. Gawat! Aku tahu keahlianmu menjerat pria. Akal bulusmu segudang. Kalau kau menghendaki pasti cucuku bisa kaudapat. Karena itu aku tak akan menceraikanmu. Supaya aku bisa mengawasi kelakuanmu terdadap cucuku.

165. NENEK
Emoh! Aku emoh, Kanda!

166. KAKEK
Sebabnya?

167. NENEK
Alasanmu kurang ilmiah. Tidak manusiawi!

168. KAKEK
Ada lagi alasan lain.

169. NENEK
Apa itu?

170. KAKEK
Ternyata aku masih cinta padamu. Sungguh! Ketika engkau marah-marah tadi, engkau kelihatan sangat cantik jelita. Ada rembulan bertakhta di pucuk hidungmu. Bintang-bintang berdansa di keningmu. Cahaya lembut berhamburan di sekitar sosok tubuhmu yang keropos. Mataku baru benar-benar terbuka. Heran aku, wanita kalau marah-marah kecantikannya menjadi ribuan kali lipat. Aku tadi seperti melihat bidadari yang keluar dari Pasar Ngasem. Aku terpesona kepadamu, Dinda. Egkaulah nasib baikku. Juwitaku dalam kelam. Jangan meragukan rayuan gombalku ini. Engkau nanti juga boleh terus-menerus mengawasi kelakuanku terhadap anaknya Pak Bagong itu. Kita kucing-kucingan saja, ya?

171. NENEK
Cukup menarik tawaranmu, Kanda.

172. KAKEK
Mau?

173. NENEK
Emoh!

174. KAKEK
Emoh?

175. NENEK
Aku bosan meng-K.O. dirimu terus-menerus, Kanda.

176. KAKEK
Jangkrik! Itu aku hanya pura-pura K.O. Bukan K.O! Aku berjanji, mulai malam ini tidak akan pura-pura K.O. lagi. Percayalah! Aku akan berjuang keras melawan keinginan untuk pura-pura K.O.

177. NENEK
Kita buktikan saja. Ayo, ke kamar. Mandi!

178. KAKEK
Dasar wong edan!!!!!


Yogyakarta, 9 Mei 1997

No comments:

Post a Comment