KUDA
LIAR DARI RUANG GELAP
Drama:
Sri Harjanto Sahid
RUANG
TAMU YANG ARTISTIK. SUSUNAN KURSI DAN MEJA TERKESAN MINIMALIS. ADA LUKISAN
BESAR WAJAH PEREMPUAN BERWAJAH PEDIH TAPI ANGKUH DAN KUAT MENAHAN BADAI
PENDERITAAN. VAS BUNGA, BEBERAPA BUAH, MEMANCARKAN KELESUAN. SEPASANG LELAKI DAN WANITA TERLIBAT DALAM LINGKARAN PROBLEM
YANG PELIK.
001. LELAKI
Jangan
sampai terlambat. Nanti menyesal seumur hidup. Berkemaslah. Waktu kita
tidak banyak. Ayolah! Berpikirlah yang jernih. Lapangkan hatimu. Bagaimanapun kamu tak
pantas menolak permintaan itu. Kamu harus mengunjunginya. Itulah yang terbaik
bagi dirimu dan bagi dirinya. Apalagi? Masih ragu-ragu? Berapa lama lagi aku
harus menjelaskannya? Bagaimana caranya agar hatimu tergerak? Sudahlah!
Masalahnya sangat kritis. Tak perlu bertimbang rasa dengan menghabis-habiskan
waktu. Sekarang atau besok sama saja. Tapi lebih cepat lebih baik agar
kemungkinan terlambat tidak terjadi. Aku sudah lima hari lalu datang di kota
ini. Setiap hari selalu mencarimu, siang-malam pagi-sore. Tak pernah ketemu.
Pembantumu bilang kamu sedang pergi ke luar kota. Benar ke Puncak?! Ahh, jangan
membatukan hati begitu rupa! Sudah lebih tiga jam aku menasihati, memohon,
bahkan setengah memaksamu. Harus bagaimana lagi? Percayalah, memberi maaf jauh
lebih melegakan daripada membalas dendam. Maaf itu pintu menuju diri sendiri.
Tanpa maaf, orang akan makin memusuhi diri sendiri setelah tak puas-puas memusuhi
orang lain. Memaafkan adalah sebuah pembebasan.
002. WANITA
Memang lebih gampang ngomong daripada
mengalami.
003. LELAKI
Tidak salah ucapanmu.
004.
WANITA
Kalau
begitu, biar kuputuskan sendiri.
005.
LELAKI
Terserahlah.
006.
WANITA
Aku
tak akan pergi menengoknya.
007.
LELAKI
Benar?
008.
WANITA
Ya.
Sudah mantap.
009.
LELAKI
Kamu
tega?
010.
WANITA
Kenapa
tidak? Ketegaan yang jauh lebih besar telah dilakukannya padaku. Binatang
paling buas pun mungkin tak bisa melakukannya. Dialah nasib burukku.
011.
LELAKI
Begitukah?
012.
WANITA
Apa lagi yang paling pantas
dipetik dari tanaman kekejaman selain kekejaman pula? Memang, tanpa maaf sama
dengan merubuhkan jembatan yang bakal dilalui. Setanlah yang kemudian
membuatkan jembatan baru bernama kesesatan. Aku sadari ini. Tapi rasanya aku
lebih suka menempuh jembatan
baru itu daripada harus melupakan
luka-lukaku.
013.
LELAKI
Sayang
sekali.
014.
WANITA
Kenapa?
015.
LELAKI
Hatimu
dibutakan dendam.
016.
WANITA
Dendam
itu kenikmatan.
017.
LELAKI
Bukan!
018
. WANITA
Lantas?
019.
LELAKI
Penghancuran
diri!
020.
WANITA
Kalaupun
itu benar, aku lebih suka melakukannya daripada melupakan masa lalu. Traumaku
sangat parah. Dalam tidur,
ratusan hantu mengejar-ngejarku. Ada yang ingin mencekik, menjilati,
menggagahi, atau sekedar meneror. Dalam jaga aku dirubungi kesangsian,
kecemasan dan kecurigaan. Hidup menjadi seperti menjalani sebuah kutukan
mengerikan. Jiwaku terganggu dan badanku tidak seimbang. Dialah akar dari semua
ini.
021.
LELAKI
Kini,
dia sangat menyesal.
022.
WANITA
Menyesal
itu gampang. Mencegah agar penyesalan tak perlu dilakukan di kemudian hari,
itulah yang pantas dikerjakan oleh semua orang. Menyesal bukan berarti
kejahatan tak perlu dihukum.
023.
LELAKI
Dia
sudah menjalani hukumannya. Sekarang nuraninya juga ikut menggugat kembali.
Ajalnya sudah hampir datang. Maut menunggu di depan pintu setiap waktu. Tapi
dia tetap bersikeras bertahan. Dia menolak mati sebelum bertemu denganmu. Tubuh
sudah tinggal tulang disaput kulit. Lebih setengah tahun hanya bisa terbaring
disiksa penyakit.
024.
WANITA
Aku
tidak peduli.
025.
LELAKI
Sedikit pun?
026.
WANITA
Ya.
027.
LELAKI
Dia
itu ibumu!
028.
WANITA
Benarkah?
029.
LELAKI
Dia
yang menyimpan dirimu di dalam rahimnya selama sembilan bulan sepuluh hari.
Lalu berjuang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan dirimu ke dunia. Tanpa dia
kamu tak pernah ada seperti sekarang ini.
030.
WANITA
Aku
tak pernah minta dikandung dan dilahirkannya! Aku hanyalah akibat dari
kenikmatan yang dipujanya sendiri. Tidak pernah ada seorang pun anak di dunia ini
yang minta dilahirkan oleh ibunya. Bukan hanya yang melahirkan yang menderita,
tapi kelahiranlah penderitaan yang sesungguhnya. Alangkah bahagianya aku
seandainya aku tak pernah dilahirkan!!
031.
LELAKI
Ah!!
Ngomong apa kamu?
032.
WANITA
Kalau
aku tidak pernah lahir mana mungkin aku menjadi bejat begini. Mungkin aku hanya
berwujud kekosongan abadi. Tanpa dosa dan tanpa derita.
033.
LELAKI
Kamu
benar-benar keterlaluan!
034.
WANITA
Keterlaluan
mana dengan ibuku yang tega membuang anaknya di tong sampah? Waktu itu aku
masih bayi merah berusia kurang dari satu bulan. Untung tidak ada anjing liar
yang menggasak dan mencabik-cabik tubuhku. Hanya tiga buah jari kakiku saja
yang hancur digerogoti tikus werok.
035.
LELAKI
Waktu
itu ibumu sedang kalut.
036.
WANITA
Ya.
Karena baru saja membunuh ayahku dengan pisau dapur. Kenapa dia tidak membunuh
aku sekalian? Kalau aku sudah terbunuh jauh-jauh hari, aku pasti tidak pernah
jadi lonthe seperti sekarang ini. Aku
benar-benar menyesali kelahiranku.
037.
LELAKI
Ibumu
memang khilaf karena kalap. Dia tak mampu menguasai diri menyaksikan ayahmu
tengah bermain gila dengan pembantu rumah tangganya. Entah setan apa yang
tengah lewat. Begitu dilihatnya pisau dapur langsung dihujam-hujamkannya ke
dada ayahmu. Dia histeris. Begitu sadar kebingungan. Segera diambilnya dirimu
di pembaringan, kemudian lari menembus kegelapan malam. Namun orang-orang
kampung yang mendengar keributan segera mengejar, karena pembantu rumah tangga
yang lolos dari maut berteriak-teriak minta tolong. Untung ibumu bisa lolos
hingga ke kampung tetangga yang agak jauh. Walau begitu sehari berikutnya
berhasil ditangkap polisi. Tapi tanpa bayinya. Sebab di tengah kekalutan
hatinya yang sangat hebat, bayi itu ditaruhnya di tong sampah di depan rumah
seorang pedagang kain batik.
038.
WANITA
Nah,
kamu pun sudah mengetahuinya.
039.
LELAKI
Kakekku
yang menceritakan.
040.
WANITA
Riwayat
buram itu menjadi rahasia umum di kampungmu.
041.
LELAKI
Benar
sekali. Semua orang menyayangkannya, kenapa hal itu bisa terjadi. Sejak masih
berpacaran orangtuamu dikenal sebagai pasangan yang diidolakan. Ayahmu bagai
Arjuna dan ibumu merupakan kembangnya kampung. Sangat serasi. Namun gambaran
manis itu buyar oleh peristiwa berdarah itu.
042.
WANITA
Dan
akulah korban yang paling besar.
043.
LELAKI
Ini
sebuah takdir.
044.
WANITA
Bukan.
Tapi kesalahan manusia.
045.
LELAKI
Seandainya
boleh mengulang dari awal kembali, pasti ibumu menolak nasib yang seperti itu.
Menolak jadi pembunuh suaminya dan membuang anaknya di tong sampah. Tidak ada
manusia yang menginginkan jadi jahat dan buruk sejak awal. Ada kekuatan aneh
tak terlawan yang mendorong manusia memasuki wilayah yang tak pernah
diimpikannya. Kejahatan acapkali maha-misterius. Sering menyergap bahkan ketika
kesadaran tengah memuncak.
046.
WANITA
Huh!
Aku pun demikian. Seandainya aku boleh mengulang kelahiranku, aku pasti menolak
dilahirkan oleh perempuan itu. Paling tidak aku merasa lebih nyaman bila
dilahirkan oleh istri seorang presiden. Hingga aku tak akan pernah menjadi
makhluk hina dina seperti sekarang ini. Tapi waktu tak pernah berjalan mundur
kembali. Kehidupan mana mungkin terulang. Apa yang sudah terjadi tak dapat
dihapus. Tak dapat dikhianati dengan pura-pura melupakannya. Karenanya, semua
orang gagal selalu berandai-andai seperti yang kamu ucapkan. Padahal kalau
diberi kesempatan mengulang beneran, belum tentu menjadi lebih baik. Mungkin
tambah amburadul hidupnya.
047.
LELAKI
Kamu
pintar sekali bicara sekarang.
048.
WANITA
Kepahitanlah
yang mengajariku.
049.
LELAKI
Aku
tahu hidupmu sangat pahit.
050.
WANITA
Lebih
pahit dari apa yang kamu tahu. Lebih parah dari apa yang kamu duga. Tapi
akhirnya kusimpulkan, bahwa aku tak boleh jatuh kasihan pada diri sendiri.
Nasib itu bengis. Siapa saja dilabrak. Bukan berarti tak dapat dilawan kalau
mau. Sebab nasib itu bikinan diri sendiri. Cuma tak pernah disadari. Apalagi
jika wajahnya buruk, mana mau mengakui sebagai anak kandung sendiri. Seharusnya
aku bisa berkelit. Namun tidak kulakukan. Bukannya tanpa daya. Hanya malas
membangkitkan tenaga dan keberanian saja.
051.
LELAKI
Kamu
cukup bijak memandang hidup.
052.
WANITA
Bukan
memandang tapi menantang. Aku tak mau lagi dipermainkan hidup. Akulah yang
harus memainkan hidupku. Aku hanya mau menjadi seperti apa yang aku mau. Aku
sudah capek diombang-ambingkan gelombang kehidupan yang ganas dan tak kenal
kompromi.
053.
LELAKI
O
ya, bagaimana keadaan orangtua angkatmu sekarang? Pedagang kain batik yang
berbaik hati mengadopsimu dulu itu? Apakah kamu menjalin hubungan kembali
dengan mereka?
054.
WANITA
Sama
sekali tidak. Sudah lebih sepuluh tahun. Aku muak menghadapi kepura-puraan yang
diselimuti kemuliaan. Mereka tidak pernah benar-benar menganggapku sebagai
anak. Apalagi sesudah mereka sendiri memanen anak kandung. Sejak lepas usia
balita aku diperlakukan sebagai babu. Bekerja dan terus bekerja. Hardikan dan
makian tak pernah ketinggalan. Sampai akhirnya aku minggat dari rumah. Aku tak
tahan. Anaknya yang sulung beberapa kali berusaha memperkosaku ketika kami
sama-sama masih remaja. Bajingan tengik itu sungguh kurang ajar!
055.
LELAKI
Itukah
yang dulu membuatmu kembali kepada ibu kandungmu?
056.
WANITA
Benar.
Ibuku menyambutku seperti kejatuhan bulan. Dia menangis bahagia. Memelukku erat-erat seolah tak mau melepaskan
lagi. Untuk kesekian kalinya dia meminta maaf padaku. Memintaku melupakan
tragedi masa silam. Mengajakku memulai kehidupan baru penuh kesegaran dan
kemesraan. Aku cuma mengangguk. Entah setuju atau terpaksa karena cuma butuh
perlindungan belaka. Nyatanya hari-hari berikutnya dia sangat memanjakan
diriku. Akulah anak hilang yang kembali pulang. Aku diperlakukan seperti
seorang dewi. Dipuja-puja setiap hari. Ditimbuni hadiah-hadiah, pakaian-pakaian
bagus, dan makanan-makanan enak. Mungkin ibu ingin menebus dosa-dosanya padaku.
Dia sangat menyayangiku.
057.
LELAKI
Memang.
Kamu adalah mutiara baginya.
058.
WANITA
Aku
hanya mainannya. Dia mencintai diriku supaya dirinya sendiri bahagia. Cinta
model apa itu?
059.
LELAKI
Tidak
ada cinta yang tidak egois. Cinta selalu egois.
060.
WANITA
Tapi
cinta orangtua kepada anaknya?
061.
LELAKI
Sama
saja. Mungkin bahasanya berbeda. Maknanya sama. Karenanya jangan memimpikan yang tidak-tidak. Jangan
mengharap secara berlebih-lebihan dari kata cinta.
Bisa-bisa malahan tak mendapatkan apa-apa. Seperti kamu itu, karena kamu
dihantui masa lalu yang hilang yang ingin kamu raih di masa kini. Konsepmu
tentang cinta menjadi terlalu muluk. Tidak berpijak di bumi.
062.
WANITA
Okelah.
Kuterima gombalanmu. Tapi cinta tanpa perlindungan, masih bisakah disebut
cinta?
063.
LELAKI
Maksudmu?
064.
WANITA
Ibuku
tidak membelaku ketika aku sudah dibikin bunting oleh ayah tiriku. Suami baru
yang mengawininya sesudah dia keluar dari penjara itu memang pintar merayu.
Menjebakku dengan cara sangat halus. Hingga aku
senang-senang saja melakukannya. Aku masih buta terhadap kelicikan
lelaki kala itu. Sifat kebapakannya yang halus kusambut dengan tulus. Ternyata
dia menyembunyikan pentung yang dahsyat. Aku dihajarnya habis-habisan. Anehnya
aku pasrah dan menyerah begitu saja. Tanpa perlawanan. Dia terlalu lihai
membuat perangkap. Apalagi waktu itu aku baru frustrasi berat, lantaran
hubunganku dengan kamu yang baru beberapa tapak ditentang habis-habisan oleh
ibuku. Namun setelah aib memalukan itu terbongkar justru akulah yang
dihujatnya. Dia sebenarnya bisa mencegah kalau punya sedikit kepekaan. Dia
malahan membiarkan. Mungkin dia terlalu percaya pada lelakinya itu. Akhirnya
akulah yang disalahkan. Dianggapnya aku yang memulai menggoda. Memancing-mancing
dan terlalu bebas membuka paha. Aku dimaki dan dicerca. Dipukuli dengan gagang
sapu sampai lebam-lebam tubuhku. Aku menangis tapi pukulan malahan makin keras
jadinya. Puncaknya, aku diusir. Disuruh minggat dari rumah saat itu juga. Aku
pun lari hanya dengan
sepotong pakaian yang kukenakan. Sisa uang belanja ikut kubawa. Untung, sempat
kusambar dompet di atas meja.
065.
LELAKI
Oh,
itu rupanya alasanmu raib dahulu. Aku tak mengetahui hal itu sedikit pun. Ibumu cuma bilang
kamu minggat. Dan para tetangga pun tak ada yang mengetahui alasanmu apa.
066.
WANITA
Tentu
saja dia merahasiakannya.
067.
LELAKI
Aku
sudah mencari informasi ke mana pun untuk menemukanmu kembali waktu itu. Tak
pernah berhasil. Aku cuma bingung kenapa kamu pergi dan tidak pamit padaku.
068.
WANITA
Situasinya
tidak memungkinkan.
069.
LELAKI
Terus
kemana kamu?
070.
WANITA
Itulah
awal dari petualanganku yang menjijikkan. Dalam keadaan bunting dua bulan aku
mengembara tak tentu arah. Menegangkan dan menyedihkan. Mirip sebuah kisah
novel picisan. Terlalu gampang ditebak. Tapi inilah realitanya. Hidup memang
tidak sukar diraba ke mana
arahnya, bila dihayati saja tanpa prasangka. Aku menggelinding mengikuti waktu.
071.
LELAKI
Ke mana?
072.
WANITA
Tidak
tahu. Aku ke stasiun kereta api. Ada kereta lewat langsung naik begitu saja.
Turun di stasiun lainnya. Naik lagi. Begitulah berkali-kali. Hingga aku tiba di
Jakarta. Kota yang penuh hantu dan siluman, tapi para malaikat juga
bergentayangan di mana-mana.
Di mana
burung merak dan ular kobra bersahabat, maling dan polisi berkerabat, hakim dan
koruptor berjabat tangan, serta anak-anak telantar tidur memangku bulan di
jalan-jalan raya.
073.
LELAKI
Batinmu
pasti sangat kosong waktu itu. Kamu menderita. Rasanya aku tak sanggup
membayangkannya. Sukmamu kesakitan.
074.
WANITA
Sama
sekali tidak. Jangan
salah sangka. Sudah kukatakan, kisahku mirip dengan novel picisan. Atau
setidaknya sama dengan kebanyakan film Indonesia. Gampang diduga alurnya. Ya,
dalam kebingunganku datanglah seorang lelaki tampan mendekatiku. Kelihatan
sangat baik hati. Dia segera tampil sebagai dewa penolong bagiku. Aku diajak
pulang ke rumahnya. Aku dihibur dan diberi perawatan seperlunya. Dia sangat memerhatikan
kesehatanku. Dia cukup jenaka. Tiga hari kemudian, aku sudah tidur dengan
dirinya. Tentu saja tanpa perjanjian apa-apa. Dia sangat maut. Ganas bagai
binatang buas. Tahan lama lagi. Tidak seperti ayah tiriku yang terlalu cepat
letoy dan maunya enaknya sendiri. Begitu game
langsung nglumpruk seperti kambing kekenyangan. Aku tak pernah selesai
dengannya.
075.
LELAKI
Ah!
Begitu mudahnya kamu lakukan itu.
076.
WANITA
Mau
bagaimana lagi? Hidupku sudah remuk redam. Aku perlu sedikit hiburan untuk
melupakan stres. Lagipula aku sangat menikmatinya.
077.
LELAKI
Kebebasan
memang nikmat. Lebih nikmat jika dikendalikan.
078.
WANITA
Ya,
seperti menunggang kuda liar. Dan akulah kuda liar yang penuh nafsu. Paling
pintar memberi kenikmatan!
079.
LELAKI
Sialan.
Aku serius!
080.
WANITA
Kamu
kira aku tidak? Babak berikut dari lakon picisanku mengharuskan aku menjadi
kuda liar yang enak ditunggangi. Dinikmati sambil berlari-lari
sekencang-kencangnya. Memburu matahari tenggelam dan menyongsong rembulan
muncul dari balik awan. Dalam keadaanku yang hamil muda, si dewa tampan
penolongku makin mendemonstrasikan kebaikan hatinya. Bukan kepadaku tapi kepada
para sahabatnya. Caranya sungguh bukan main. Yakni menyuruhnya untuk
menggilirku bergantian. Hampir setiap hari aku harus sebagus-bagusnya berperan
sebagai kuda tunggangan. Lama-lama bahkan disewakan pula kepada siapa saja yang
ingin berkreasi keliling surga dengan menaiki kuda hamil. Aneh, banyak lelaki
yang meminatiku sampai ketagihan. Mungkin kuda hamil dianggap rasanya sangat
lain. Super fantastis! Memancing belas kasihan sekaligus mengundang nafsu
penyiksaan. Adanya perasaan semacam itulah yang mungkin membuat pengembaraan
dengan naik kuda hamil terasa menghebohkan perasaan. Memberi sensasi psikologis
yang hebat. Banyak sekali orang yang memimpikannya. Mencoba merasakan
kehebohannya. Terutama anak-anak muda belasan tahun. Bahkan ada di antaranya
yang belum cukup pantas memakai celana panjang. Eh, kamu sudah pernah naik kuda
hamil belum?
081.
LELAKI
Tentu
saja sudah. Anakku kan sudah dua orang.
082.
WANITA
O
ya?! Laki-laki atau perempuan?
083.
LELAKI
Keduanya
laki-laki.
084.
WANITA
Syukurlah!
085.
LELAKI
Kenapa?
086.
WANITA
Kalau
sesat jalan peluangnya untuk tampil gagah jauh lebih besar. Paling tidak jadi
jagoan atau kepala bandit. Nah, kalau tersesatnya di jalur resmi pasti lebih
seru lagi. Bisa jadi pemeras berseragam, hantu resmi di jalan-jalan raya atau
kantor-kantor yang basah, atau pemegang saham-saham haram. Kalau perempuan
tentu peluangnya jika
sesat jalan lebih terbatas. Yang paling klasik dan konvensional, dan biasanya
banyak dipilih, tak lain ya
profesi kuda tunggangan. Kalau beruntung kariernya terus naik, ya paling pol
memegang jabatan sebagai germo.
087.
LELAKI
Edan
kamu! Ngawur! Tak kuharapkan anak-anakku akan seperti itu. Aku akan mendidik
dan menjaganya sebaik mungkin. Amit-amit jabang bayi. Ampuni aku Tuhan!
088.
WANITA
Tak
ada orangtua yang mengharapkan anaknya demikian itu. Tapi hidup ini maha-misterius. Apa yang terpegang hari ini bisa luput esok pagi, kata seorang
penyair. Jutaan jalan bercabang-cabang dan berkelok-kelok. Jebakan gaib
tersebar di semua ruang dan waktu. Aku sendiri misalnya, mana pernah membayangkan akan melakoni kutukan sebagai
kuda tunggangan. Bahkan ketika perutku makin menggembung, aku dijebloskan oleh
dewaku itu masuk ke kandang bobrok. Harus bekerja lebih keras meski kebisaan
yang dimiliki tinggal nungging-nungging belaka. Aku dipacu tak henti-henti
dengan joki berganti-ganti. Karena terbiasa, siksaan terasa berubah menjadi
kenikmatan luar biasa. Aku selalu mendambakan siksaan model apa pun. Makin
bengis makin kusukai. Sehari saja tidak disiksa, kepalaku terasa pusing tiada
tara. Lantas kubentur-benturkan di tembok hingga berleleran darah. Jika sudah
begitu, biasanya induk semangku baru berbaik hati mencari dan membayar satu
atau tiga orang joki agar memacu kuda liar yang sedang birahi ini. Mengerikan
tapi entah kenapa begitu indah.
089.
LELAKI
Menegangkan
sekali. Kamu sungguh kuat mengarungi lautan batu-batu karang yang begitu buas.
Kamu insan yang tabah dan mengagumkan. Berani melawan nasib. Terus berjuang
hidup meski jutaan lalat sudah mengerubungi luka-lukamu. Kalau aku, mungkin
sudah bunuh diri minum obat serangga.
090.
WANITA
Pujianmu
salah alamat. Jangan dikira aku tidak ketakutan melakoni semuanya. Berulangkali
aku mencoba bunuh diri. Tapi rupanya aku kurang punya bakat untuk mati muda.
Atau mungkin keinginanku mati cuma setengah hati? Hahhh! Kurang ajar benar
hidup ini!! Sembilu tajam menyayat hatiku setiap aku mengingat nasib anakku.
Aku berdosa besar padanya!
091.
LELAKI
O
ya, bagaimana nasib anakmu? Di mana
dia sekarang?
092.
WANITA
Di
neraka!! Mungkin berbaik hati sudah mendahului menanggung dosa-dosa ibunya.
Sebenarnya aku sudah berjuang keras supaya dia tetap hidup. Aku tak pernah mau
menggugurkan kandunganku meski sudah dipaksa-paksa oleh si dewa baik hati itu.
Bagaimanapun, dia anak kandungku. Darah dagingku sendiri. Aku ingin dia hidup
dan menyayanginya sepenuh hatiku. Dia tidak berdosa apa-apa. Dia bukan anak
haram. Di dunia ini tidak ada anak haram, yang ada hanya orangtua haram. Aku
ingin, nantinya dia tidak seperti aku. Yang gersang dari kasih sayang seorang
ibu. Aku ingin, dia bisa tumbuh dewasa dan tetap bangga kepada ibunya meskipun
ibunya hanya seorang pelacur. Tapi dia mati. Mati!!!
093.
LELAKI
Kapan
terjadinya?
094.
WANITA
Empat
bulan setelah kelahirannya.
095.
LELAKI
Kenapa?
Sakit? Atau...
096.
WANITA
Ya.
Sakit parah.
097.
LELAKI
Parah?
098.
WANITA
Dia
terkena penyakit kotor. Raja singa!!
099.
LELAKI
Ahh
....
100.
WANITA
Bahkan
sejak masih dalam kandungan.
101.
LELAKI
Hhhhh...
102.
WANITA
Karenanya,
benih-benih penyakit itu sudah menjalar dan merusak seluruh jaringan tubuhnya.
Dagingnya, darahnya, tulangnya, paru-parunya dan akhirnya otaknya. Dia singgah
di dunia selama empat bulan khusus untuk menderita. Disiksa dari detik ke detik
oleh penyakit keparat itu. Alangkah sakitnya. Padahal dia tidak bersalah
apa-apa. Dia bersih dari dosa. Hanya orangtuanya yang bersalah. Kenapa dia
harus ikut menanggung hukumannya? Bahkan sejak masih dalam kandungan dia sudah
menderita. Dia lahir cacat. Tapi wajahnya manis sekali. Dan dia seorang
laki-laki. Maafkan ibumu, Anakku. Ibumu ini memang binatang tak berharga. Setan
busuk yang lahir sebagai manusia! Aku berdosa padamu, Nak. Ampunilah ibumu ini.
103.
LELAKI
Sudahlah.
Sedalam apa pun
penyesalanmu, tak akan mengubah apa yang telah terjadi. Jangan menyalahkan
diri sendiri secara berlebihan. Suka dan duka selalu berpasangan. Dalam sukacita
terkandung ancaman menyedihkan. Sebaliknya, di tengah kemelut dukacita
bersembunyi pula janji kebahagiaan. Aku menaruh simpati setulus-tulusnya atas
semua musibah yang kamu alami. Cobaanmu bagai mimpi buruk yang membuat sukar
terjaga dari tidur panjang. Aku ikut berbela sungkawa.
104.
WANITA
Anakku!!
Kalau saja kamu tak pernah kukandung, tentulah tak ada kengerian yang kamu
rasakan. Tak ada nanah busuk yang mengguyur tubuh dan sukmamu. Kasihan kamu, Nak! Ibumu ini memang
manusia celaka. Kehidupan tak pernah memihak padaku! Kehadiranku hanya khusus
untuk menggerogoti
borok-borok kehidupan!! Bahhhhh!!!! Hidup macam apa ini!!! Semua terjadi begitu
saja!! Tak boleh memilih. Tak boleh bertanya!! Tak boleh menolak!! Aku ini
bagai boneka yang dibuang ke pusat kegelapan!! Teronggok di situ. Kesepian!!
Terasing!!! Eahhhh!!!!!
105.
LELAKI
Tenangkan
dirimu. Tak ada gunanya mengumpati kelahiran. Apa pun bentuknya. Semua
akibat pasti ada sebabnya, meskipun kita tak boleh tahu di mana sumbernya. Dalam
kesialanmu, kesenangan semu terus saja kamu berhalakan. Tapi kamu tak
menyisakan sedikit waktu untuk memburu ketentraman. Itulah masalah utamamu.
Padahal, kesenangan yang tidak mengandung ketentraman adalah kesenangan yang paling buruk
wajahnya. Sedangkan jika ketentraman sama sekali mengabaikan kesenangan maka
boleh disebut
ketentraman palsu. Carilah makna dalam hidupmu.
106.
WANITA
Sudah
kutemukan makna itu. Yakni, hidup harus kukalahkan. Kubebaskan diriku
sepenuhnya bagai kuda liar di tengah gurun pasir. Kubebaskan diriku dari
belenggu kebebasan yang tak lain berupa keinginan untuk bebas itu sendiri. Aku
harus jadi sesuatu seperti yang kumaui. Profesiku sebagai lonthe harus kuterima apa adanya. Harus kuyakini bukan sebagai
kesialan, tapi pilihan hidup. Harus kuhayati sepenuh-penuhnya. Kunikmati setuntas-tuntasnya.
Inilah sikap moralku. Memang, sebagaimana telur matang dalam rebusan maka manusia
dimatangkan oleh penderitaannya. Aku belajar dari penderitaanku. Aku pun
akhirnya menemukan kesimpulan yang kuyakini itu. Aku harus menghormati diriku
sendiri, apa pun
yang kulakukan. Inilah yang bisa membuat aku maju dalam menekuni karierku
sebagai kuda tunggangan.
107.
LELAKI
Astaga!
108.
WANITA
Memang
demikianlah kenyataannya. Kesadaran terhadap profesi itulah yang membuatku bisa
lepas dari penjara kandang bobrokku. Membuatku berani berontak terhadap
cengkeraman dewa baik hati yang pernah menguasaiku. Aku pun berkarier secara freelance. Menjadi budak bagi diri
sendiri, sekaligus majikan bagi diri sendiri. Dengan cepat pengalamanku bertambah banyak.
Ilmu dagangku maju pesat. Wawasan hidupku pun berkembang
seluas-luasnya. Bermacam manusia kutemui, kudekap, dan dan kuisap
pengetahuannya. Kuinjak hotel kelas kambing hingga ke kelas ikan paus. Kugasak
siswa yang baru lepas SD hingga guru besar perguruan tinggi, buruh kasar hingga
pejabat tinggi, orang bego hingga yang kelebihan intelejensi. Aku rakus
melebihi tikus kelaparan. Buas segila dan sekejam hutan yang penuh dengan
binatang berbisa. Panas sedahsyat lahar Gunung Merapi. Pokoknya maut dan
menyeramkan.
109.
LELAKI
Kamu
sangat sinis menilai dirimu sendiri. Itu cuma sekadar bentuk kefrustrasian yang kamu bungkus
dengan kalimat-kalimat mewah. Keyakinanmu itu tak lebih dari tipuan manis untuk
menghibur diri sendiri. Jangan mengelak dari kenyataan. Sepahit apa pun. Kembalilah ke fitrah
kemanusiaanmu yang asli. Tak perlu malu mengakuinya. Sadarlah!
110.
WANITA
Sadar?
Kamu memintaku supaya sadar? Ah, permintaanmu itu sama romantisnya dengan permintaan anak
SMA kelas I yang keperjakaannya diserahkan kepadaku. Dia tiap minggu kirim
surat. Memintaku kembali ke jalan yang benar. Tentu saja tanpa disertai janji
akan menikahiku. Memang ada-ada saja para langgananku. Lucu-lucu tapi banyak
pula yang bermutu. Seorang mahasiswa demonstran memintaku membaca Undang-Undang
Perburuhan, dan meninggali selebaran-selebaran dan buletin-buletin gelap.
Seorang penyair terkenal dari Yogya memberiku buku-buku puisi, dan novel karya
Tolstoy, Dovstoyevsky, Boris Pasternak, Albert Camus, Yukio Mishima, Jose
Rizal, Victor Hugo, William Faulkner, Pramoedya Ananta Toer dan Munawar
Syamsuddin. Aku suka sekali novel Lelaki
Tua dan Laut tulisan Ernest
Hemingway. Di situ kutemukan kalimat paling indah, berbunyi: “Manusia itu dapat dihancurkan. Tapi tak
dapat dikalahkan!” Betapa megahnya ungkapan tersebut. Aku juga terpesona
oleh puisi Rendra berjudul Bersatulah
Pelacur-Pelacur Kota Jakarta. Juga puisi Wiji Thukul yang berbunyi: “Hanya satu kata: lawan!”. Tentu saja
kugilai sekali Persetubuhan Liar-nya
Sitok Srengenge, sebab judulnya saja sejalur dengan profesi yang kugeluti. Fantastis!
Menghebohkan daya imajinasi seksualku. Lalu seorang dukun yang tak pernah mau
membayarku, sebab tarifku dibarter dengan susuk emas yang dipasang di sudut
mataku, menyuruhku rajin membaca Suluk
Gatholoco dan Darmogandul, serta Zaman Edan gubahan R. Ng. Ranggawarsita.
Sementara seorang pengacara tua bangka memberiku kenang-kenangan Kitab KUHP,
buku UUD ‘45 , Undang-Undang Anti-Subversi dan buku hebat Tentang Peradilan yang Sesat.
111.
LELAKI
Bukan
main. Pantas saja cas-cis-cusmu tertata rapi.
112.
WANITA
Jadi
profesiku menolong memintarkanku, bukan? Inilah bangku sekolahku yang bernama
Universitas Kehidupan Fakultas Seni Ranjang jurusan Bebas Hambatan. Kamu mau
belajar di sekolahku malam ini?
113.
LELAKI
Jangan
ngaco kamu!
114.
WANITA
Ah,
kamu memang orang sholeh. Tetap sama seperti dulu. Kamu selalu serius. Tidak
suka melucu seperti para langgananku. Bayangkan, seorang dosen sastra yang kepalanya botak menghadiahiku buku Teori
Kesusastraan karya Rene Wellek &
Austin Warren. Untuk apa coba? Buat bekal mengkritik para ketombe yang bermain
akrobat di jidatnya yang selebar lapangan basket itu? Edan tenan! Ada lagi
seorang rohaniwan yang membayarku sangat mahal hanya agar aku mau mendengarkan khotbahnya.
Yang sablengnya melebihi Wiro Sableng juga ada, yaitu pelukis pikun berwajah
hantu. Dia memintaku berpose bugil selama berjam-jam. Tapi hasil lukisannya
cuma kayak cakar ayam, atau paling-paling ya ruwet simpang siur kayak benang
bundet. Yang paling hot adalah dosen
seni drama yang spesialisasinya mengenai seni peran. Dia mengajariku mengolah
mimik, eh ekspresi wajah maksudku. Tujuannya agar kalau lagi bertugas raut
wajahku tampak ekspresif seperti orang sekarat mau mati. Workshop singkatnya itu banyak gunanya. Paling tidak kalau aku lagi
ogah-ogahan bisa kumanfaatkan buat ngibuli klienku, yaitu dengan menjerit
eksotis pura-pura menggapai klimaks. Dia meminta aku supaya tekun membaca kitab
suci Persiapan Seorang Aktor karya Stanislavsky.
Katanya, metode akting dramawan Rusia itu akan membuatku sangat intuitif ketika
sedang bermain di panggung tempat tidur. Lebih total dalam menyatu dengan
peran. Sehingga kenikmatan bermain terhayati semaksimal mungkin. Dengan
demikian olahan permainanku jadi menggigit menurut istilah teaternya. Ada lagi
seorang taipan muda jago kungfu tapi gemar nangis di pangkuanku. Dia mengajariku
jurus-jurus tradisional dari Negeri Tirai Bambu. Supermaut gerakannya berhawa
iblis. Membuatku gampang menekuk-nekuk empat atau lima orang lawan berbarengan
hingga secepat kilat sempoyongan dan bertekuk lutut hampir semaput. Bahkan ada
yang mendekati ajal. Lalu mengaku tobat. Secara kompak meratap-ratap memohon
ampun. Tapi aku jarang bermurah hati. Boro-boro mengampuni. Enakan kugasak dan
kuhajar lagi saja habis-habisan. Biar modar sekalian!!
115.
LELAKI
Sudah!
Sudah!!! Jangan diteruskan. Cukup!! Kupingku tak kuat lagi mendengarnya. Gila
kamu!!! Begitu bergairahnya kamu merekonstruksikan kesialanmu. Memamerkan semua
sisi gelap dari bangunan moralmu! Apa maksudmu?! Mau menghancurkan
syaraf-syarafku?! Atau masih kurang perhatian dan rasa belas kasihanku?!!!
Perlu tepuk tangan dan tepuk kaki lebih seru?! Atau barangkali ucapan bela
sungkawa yang sensasional dan spektakuler?!! Hatiku sudah patah arang, tahu?
Atau kamu ingin supaya aku jadi gila seperti kamu?! Keterlaluan!! Naif!!!
116.
WANITA
O,
kamu terteror oleh tragediku rupanya. Sudah sampai katarsis belum? Perlu lebih
didramatisir lagi?
117.
LELAKI
Boleh,
boleh!! Silakan memperbesar lagi emosimu. Tekan saja gasnya sampai pol. Ayo
manjakan dirimu dengan nafsu mendemonstrasikan segala keburaman masa lalu.
Tuntaskan. Sepuas-puasmu. Perlihatkan borok-boroknya yang mengalirkan nanah
menutupi seluruh permukaan bumi. Lalu berikan tepukan gagap gempita buat dirimu
sendiri! Aku akan memejamkan mata. Menyumpal telingaku dengan batu. Jangan
memaksaku berbelas kasihan berlebih-lebihan. Di dunia ini bukan kamu saja yang
digilas kesialan. Semua orang
kena. Semua
dapat bagian terbaik. Kesialan itu rejeki tertinggi yang tak dapat dihindari
siapapun. Cuma takaran dan cara mendapatkannya saja yang berbeda-beda. Dan
berbeda-beda pula setiap orang menyikapinya. Kamu hanya membiarkan dirimu larut
dan hanyut dalam arus tenaga negatif. Yang sebagian besar kamu ciptakan
sendiri. Kamu sebenarnya punya banyak kesempatan untuk melompat keluar. Tapi
tak mau melakukannya. Kamu justru memuja kenikmatan para siluman. Tak mau
memperbarui bangunan nasibmu yang hangus terbakar. Lalu buat apa minta
dikasihani? Buat apa merintih-rintih sinis berlagak kesakitan? Bagaimana kamu
bisa menerima belas kasihan orang lain kalau kamu tak bisa mengasihani diri
sendiri?! Kamu tak pernah bisa mencintai orang lain. Bahkan tak punya rasa
maaf. Bebal. Hatimu melebihi batu. Nuranimu gelap gulita. Ibu kandungmu yang
sudah sekarat pun
tidak kamu maafkan. Masih pula kamu hinakan dia. Apa kamu tidak takut durhaka?
Apa kamu tidak tahu surga itu ada di
telapak kaki ibu?!
118.
WANITA
Bukan!!
Tidak pernah kusaksikan ada surga di telapak kaki ibuku. Surgaku ada di telapak
kakiku sendiri. Dialah yang justru menciptakan neraka bagi hidupku. Dialah asal
muasal yang membuatku terpelanting masuk ke ruang gelap.
119.
LELAKI
Bukan
saatnya mengusik lagi masalah lama. Dia sudah di ujung kematian. Pulanglah.
120.
WANITA
O
ya?! Dan kamu menyuruhku bertemu muka dengan lelaki gaek yang pernah
membuntingiku dulu? Kamu tidak cemburu kalau nanti suami terbaik ibuku itu
merayuku lagi? Bagaimana kalau aku dibuntinginya lagi? Bah!! Kamu tentu tidak
membayangkan bagaimana rasa maluku terhadap diri sendiri andai aku pulang ke
kampung halaman ibuku. Bertemu lagi dengan lelaki itu. Pura-pura menangisi
calon mayat yang dulu pernah menghujat dan mengusirku dengan bengis. Kamu tak
bisa menebak kengerianku, bukan?
121.
LELAKI
Ya.
sangat berat memang.
122.
WANITA
Nah!
Kamu pun tahu itu. Huh!! Kenapa ibuku tidak membunuh dia seperti yang
dilakukannya pada ayah kandungku dulu? Bukankah suaminya yang baru itu
sama-sama telah menyeleweng seperti halnya suaminya yang dulu? Bahkan
menyeleweng dengan anaknya yang masih bau kencur! Kenapa anaknya tidak dibela
dan malahan dihukum tanpa diadili dulu?! Konyol sekali, bukan?
123.
LELAKI
Ibumu
memang salah. Sikap konyolnya itu akibat traumanya terhadap penderitaan yang
ditanggung selama lima tahun di dalam penjara. Wajahnya yang cantik jelita dan
tubuhnya yang molek hanya menjadi sumber bencana. Semua orang tergiur padanya.
Para sipir dan bahkan kepala penjara memaksanya menjadi piala bergilir.
Mula-mula menolak dengan berang. Tetapi setelah disiksa dan diperkosa
terus-terusan, akhirnya tanpa daya harus menabung rasa malu dan kepedihan
panjang.
124.
WANITA
Oh.
Begitukah?!
125.
LELAKI
Sekeluar
dari penjara, ibumu merasa bagaikan binatang hina dina. Tak punya harga diri.
Tak berani menatap dunia luas. Seperti kucing terguyur bensin. Pergaulan tampak
serba-menakutkan di matanya. Sampai suatu saat muncullah seorang lelaki tampan
seusia dengan dirinya. Pelan-pelan sekali lelaki itu mengangkat moral dan
semangat hidup ibumu. Kemudian menikahinya. Tak heran kalau ibumu mengagungkan
lelaki itu melebihi dewa. Apalagi selama berumah tangga lelaki itu setia luar
biasa, dan baik budi melebihi siapapun yang dikenalnya. Sampai akhirnya kamu
datang. Peristiwa memalukan denganmu itu pun terjadilah, sebagaimana yang telah
kamu tuturkan. Mungkin latar belakang seperti itulah yang membuat ibumu tidak
berpihak padamu.
126.
WANITA
Boleh
juga ceritamu. Sayangnya tetap membuat hatiku tidak perlu merasa trenyuh.
Apalagi kalau mengingat ibuku menentang habis-habisan hubunganku dengan dirimu.
Sampai mengancam mau membunuhku segala. Padahal alasannya tak pernah
dikatakannya secara jelas.
127.
LELAKI
Ibumu
pasti memiliki pertimbangan tertentu.
128.
WANITA
Ya.
dia cemburu melihat aku dibahagiakan orang lain. Iri melihat kemesraan kita.
Aku dianggap masih bau kencur. Padahal kamulah cinta pertamaku. Ciuman pertama
yang kamu berikan dulu masih ada bekasnya hingga sekarang. Juga gigitanmu di
leherku, di dadaku, di punggungku, dan di bokongku. Aku tak pernah bisa melupakanmu.
Aneh sekali. Kamu selalu melekat dalam pikiranku. Entah kenapa. Sungguh misterius.
Setiap kali aku didekap dan dicumbui lelaki, yang kubayangkan hanyalah dirimu.
Inilah yang membuatku ingin terus mengulang percumbuan liar dengan siapapun.
Dengan begitu aku bisa membayangkan
kehadiranmu seutuhnya. Penyakit jiwa jenis apa ini?! Entahlah!!
129.
LELAKI
Oh,
kasihan kamu.
130.
WANITA
Seandainya
dulu kamu berani nekat membawaku lari, pastilah aku tidak menjadi makhluk tak
bermoral seperti sekarang ini. Kita lalu bisa kawin lari seperti kisah murahan
dalam film nasional. Alangkah romantisnya. Lalu kita punya selusin anak yang
manis-manis. Lelaki semua. Bayangkan, selusin anak manis lelaki semua!
Nakal-nakal, setiap hari kerjanya hanya mencuri buah mangga milik para
tetangga! Melempari langit dengan batu-batu kali!! Indah luar biasa bukan?!!
131.
LELAKI
Ya
Tuhan. Untunglah hal itu tidak terjadi.
132.
WANITA
Kenapa?
Kamu tidak pernah menginginkannya?
133.
LELAKI
Aku
bersyukur karena Tuhan telah mencegahnya.
134.
WANITA
Sialan!
Kamu tidak pernah mencintaiku?
135.
LELAKI
Bukan
begitu.
136.
WANITA
Lalu?
137.
LELAKI
Ada
rahasia besar yang menyelimuti hubungan kita. Sangat besar dan mengerikan. Tak
pernah kuduga sama sekali.
138.
WANITA
Rahasia
besar? Apa itu?
139.
LELAKI
Aku
pun belum lama mengetahuinya. Kakekku yang menceritakan. Berminggu-minggu aku
mengalami shock berat.
140.
WANITA
Serius
sekalikah masalahnya?
141.
LELAKI
Benar.
142.
WANITA
Cepat
katakanlah padaku!
143.
LELAKI
Tidak
bisa.
144.
WANITA
Mengapa?
145.
LELAKI
Kamu
tak akan kuat mendengarnya.
146.
WANITA
Jangan
menganggapku seperti anak kecil. Rambut ketiakku sudah lebih satu meter
panjangnya. Katakanlah, jangan bertele-tele begitu. Aku siap mendengar apa pun.
147.
LELAKI
Aku
tak ingin memberimu beban lebih berat lagi.
148.
WANITA
Ah,
kamu!! Ada apa sih?!
149.
LELAKI
Ini
terlampau peka. Aku tak ingin mengatakannya sekarang.
150.
WANITA
Terus
kapan?
151.
LELAKI
Sesudah
kamu menjenguk ibumu di kampung halaman.
152.
WANITA
Kampret!!
Kukira serius beneran. Sialan kamu! Kamu pikir aku ini bocah ingusan yang gampang
diiming-imingi mainan abstrak? Kampungan sekali caramu menjebakku. Kayak tipuan
orang pandir saja. Jangan memperlakukan aku kayak gitu. Dagelanmu tidak lucu,
tahu?! Murahan dan norak!! Sudah kukatakan, aku tidak akan jatuh kasihan pada
wanita itu. Aku tak akan menengoknya. Jelas?!
153.
LELAKI
Semua
dugaanmu meleset. Salah total.
154.
WANITA
Maksudmu?
155.
LELAKI
Aku
benar-benar serius. Tidak bergurau. Apalagi menjebak. Baiklah, kalau kamu
memaksaku mengatakannya sekarang. Tapi aku tetap berharap kamu masih dapat
mengubah keputusanmu. Paling tidak demi aku. Aku mohon!
156.
WANITA
Ya.
okelah. Akan kupertimbangkan. Sekarang katakan rahasia besar yang kamu maksudkan
itu.
157.
LELAKI
Langsung
saja ke masalah pokok. Kamu ingat pembantu rumah tangga yang diajak selingkuh
ayah kandungmu? Sampai ketika kepergok ibumu lalu ayahmu dihujani tikaman pisau
dapur bertubi-tubi? Kamu tak mungkin bisa melupakan cerita itu, bukan?!
158.
WANITA
Apa
maksudmu?
159. LELAKI
Meski
pembantu rumah tangga itu kena tikam pula, tapi selamat. Dia hamil akibat perselingkuhan
itu. Tapi sewaktu melahirkan jiwanya tidak tertolong. Mati kehabisan darah!
160.
WANITA
Syukurlah.
Dia pantas mendapatkan hukuman itu.
161.
LELAKI
Memang
betul. Tapi bayinya selamat. Akulah anak yatim itu.
162.
WANITA
Apa?
Kamu?!
163.
LELAKI
Ya.
aku adalah saudaramu sendiri. Tepatnya adikmu. Ayah kita sama. Bedanya, kamu
lahir dari perkawinan yang sah. Sementara aku hanya akibat perselingkuhan! Anak
jadah!!!
164.
WANITA
Bukan
main. Fantastis sekali. Makin sempurna saja kisahku untuk dijadikan novel
picisan atau sandiwara murahan. Sangat cocok kalau diberi judul Catatan Harian Seorang Lonthe! Ha ha
ha... dahsyat nian! Edan! Bangsat!!! Phuasaaahhh!!!!! Hidup macam apa hidupku
ini?!! Duh, Gusti....!!!!
165.
LELAKI
Sudahlah.
Tenangkan perasaanmu. Semua yang telah rusak harus diperbaiki bersama.
Berkemaslah. Ibumu sudah lama menunggu. Lebih lima orang diutus kemari untuk
memintamu pulang. Semua kembali dengan tangan hampa. Akhirnya aku yang diminta
menjemputmu. Di tengah sakitnya yang berkepanjangan, ibumu telah menerimaku
layaknya anak sendiri. Dia pun telah memaafkan segala kesalahan yang diperbuat
almarhumah ibu kandungku dan almarhum ayahanda. Dia juga telah meminta maaf,
agar dia bisa mati tenang.
166.
WANITA
Haruskah
aku berangkat?
167.
LELAKI
Tak
ada pilihan lain. Itulah yang terbaik. Ayo, berkemaslah. Menunggu apa lagi?
Ehh, ini ada telegram tergeletak di bawah meja. Dari siapa? Sudah dibuka belum?
168.
WANITA
O,
itu sudah tiga hari lalu. Pembantuku yang menerima dan ditaruh di meja. Aku
lupa membacanya. Paling-paling dari langganan setia. Seorang pengarang
sandiwara yang gagal tapi sukses sebagai pedagang barang-barang rongsokan.
Namanya Sri Harjanto Sahid, asli Sragen. Hanya dia seorang yang suka main
telegram-telegraman. Tolong kamu buka dan bacakan!
169.
LELAKI
Astaga!!
Ini dari pamanmu di kampung halamn. Isi beritanya: Harap secepatnya datang. Ibumu meninggal dunia tadi pagi pukul 05.30
WIB. Pemakamannya kami tunda sampai besok siang pukul 14.00 WIB, menunggu
kedatanganmu. Ahh! Kita terlambat!!
Yogyakarta,
21 Agustus 1996
No comments:
Post a Comment