Puisi: Sri
Harjanto Sahid
POHON KESIA-SIAAN
Kau bertamu ke rumah
batinku
berkalung ular merah
membara
berbola mata mutiara
Kauketuk pintu
lembut bagai cahaya
malaikat
mengucap salam dengan kelu
menyihirkan rahasia masa
lalu
dan
bulan purnama turun
di bawah
pohon jambu
Kuterima
jabat tanganmu
lalu aku
pun lenyap
ke dalam tubuhmu
Kukira sekadar drama
yang buka-tutup layar
dalam tanda tanya
Kita pun luluh lantak
dalam badai asmara
Sementara waktu kian
meranggas
Pohon cinta berbuah busuk
Sunyi melahirkan
kebisingan
Raksasa jahat bangkit di
relung kalbu
Kau sihirkan kepura-puraan
yang menidurkan intuisi
di lembah kesadaran
Aku melukis lukaku sendiri
di langit kenangan yang
terkubur
menggenapkan ketakjuban
yang tertipu harapan
Lantas untuk apa semua
puisi
yang tertulis di langit
pikiran
selain demi pencarian
sia-sia
atau keremehan akal budi
melepaskan kejalangannya?
Yogya, Juli 2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
PERSAHABATAN
PAHIT
Kau
tinggalkan burung gelatik
dan
mawar merah jambu
di
kantung kain biru
senja
kenanganku
Betapa
ajaibnya persahabatan
yang
penuh penipuan
Di
mana jiwa semestamu
telah
kutidurkan?
Sungai
air mata kepahitan mengalir
ke
kaki langit tanpa harapan
dan
kemustahilan yang tumbuh
di
senja tanah kenangan
Kurebahkan
janji palsu
pada
selembar daun melayang
ditiup
angin kemarau
Lalu
mimpi berguguran
di
atas ranjang
yang
dingin
Telah
kita bungkus masa lalu
dengan
kertas kado bergambar:
langit
kelabu menggelegak!
Dari
kejauhan kuusap wajahmu
yang
tak mungkin tersentuh
kegalauan
cakrawala
Dunia
kata kehilangan bahasa!
Yogya, Juli
2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
RANJANG
KEBOHONGAN
Kita
terbuai sandiwara
yang
mengkhianati misteri semesta
Matahari
jatuh
ke
dalam cangkir
menjadi
ikan paus raksasa
Tubuh
kita melenyap
di
atas ranjang kebohongan
mencatatkan
sepi semata
Mungkin
sebab usia menua
Di
gurun pasir tak berbayang
Cahaya
luruh dalam ingatan
Senjakala
tertempuh
dalam
kenyerian
Sukma
berbatuk darah
Terkulai
di batas keterjagaan
Menyempurnakan
perjalanan kosong
Kita
lalui mimpi tak bermakna
yang
menggadaikan kepercayaan cinta
Bulan
pun jatuh
ke
danau air mata
lalu
ditelan buaya
Tubuh
kita menggigil
dipeluk
oleh rasa malu
dan
kesangsian
Barangkali,
jiwa terlalu dahaga
Yogya, Juli
2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
AIR
MATA BUNGA
Kupersembahkan
sepiring kebohongan
secangkir
kopi tanpa hati
dan
setangkai bunga busuk
Dengan
bahagia kauterima
sembari
meneteskan air
dan
senyum penuh cinta
Lalu
kita berlayar
menyongsong
semburat fajar
dengan
perahu bocor
tanpa
dayung
Betapa
bodohnya aku
Mengajak
bertualang
ke
samudra hilang
Betapa
dungunya kau
Memercayai
langkahku
yang
tak bertujuan
Kutulis
beribu-ribu puisi
Cuma
sebagai teka-teki abadi
Kusebut
namamu di setiap jemu
Kau
terharu di setiap perkara
Betapa
tolol matamu
yang
indah tanpa prasangka
Kukalungkan
untaian mimpi palsu
dan
kau selalu menganggap nyata
Tak
jemu-jemu aku menipumu
Tanpa
batas waktu
Yogya, Juli
2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
KEMATIAN
WAKTU
Waktu
membusuk di saku bajuku
Badai
nanah turun di relung kalbu
Lalu
sihir asmara
menjaring
sukma
yang
meregang
dalam
pesona:
Kematian!
Yogya, Juli
2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
KUCING
DAN RINDU
Ada
kucing hitam legam
Mendekam
di sudut matamu
Mendenguskan
isyarat rindu
kegeraman
dan rasa malu
serta
sunyi
yang
tak terpetakan
Yogya, Juli 2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
BANGKAI
DI ATAS RANJANG
Baiklah,
lupakan saja kepedihan
yang
membangkai di atas ranjang
Cuci
wajah tinggalkan rumah
Baiklah,
kesendirian memang memesona
Abaikan
saja tipu daya rembulan
yang
terbakar hangus
di
atas ranjang
Yogya, Juli
2014
Puisi: Sri
Harjanto Sahid
KABAR
DUKA
Ribuan
puisi menggelepar sekarat
di
comberan kedengkian
Di
mata gelap pekat penuh khianat
tidur
penyair terlaknat
Yogya, Juli
2014
No comments:
Post a Comment